Goodbye second love
Dulu aku pernah
mencintai seseorang yang ku kenal sejak sma. Namanya ilham. Ia rupawan dan baik
hati. Tidak ada yang kurang darinya. Begitu sempurna dimata. Aku dan ia
berteman lama. Kami selalu bercerita dan bergurau bersama, ketika teman-teman
keluar pergi ke kantin. Aku dan ia, panggil saja iam, memiliki hobi yang sama,
yaitu sama-sama suka melukis. Tak jarang kami berdua janjian pergi ke suatu
tempat, hanya untuk melukis. Menghabiskan waktu bersama dan bercanda. Aku dan
ilham sangat dekat pada masa sma. Banyak yang mengira, bahwa aku dan ilham
saling menyukai. Bahkan ada yang mengira bahwa aku dan ilham menjalin kasih.
Perkiraan-perkiraan
itu hanya bertaut pada satu hati. Yaitu aku yang merasa bahwa ilham menyukaiku.
Aku tak tahu, perasaan yang tenang selalu aku dapat, pabila aku bersamanya.
Perkiraan itu terjawab sudah. Semua hanya perkiraan. Ilham ternyata tidak
menyukaiku. Itu ku dengar sendiri tanpa perantara. karena pengakuan ilham
kepada teman-temanku. Teman-teman yang selalu mengejek kami berdua. Aku hanya
terdiam. Kata-kata yang keluar dari bibir manis ilham adalah kata mematikan
buatku. Tapi, memang akulah yang berharap besar. Bahwa cintaku ini akan
bersambut. Ternyata malah sebaliknya.
Ilham adalah
tipikal lelaki pendiam. Ia akan merasa malu, apabila terus diejek oleh galih
teman sebangkunya. Mungkin karena itulah, ilham melontarkan kata-kata yang
membuatku jantungku berhenti berdetak. “aku tak menyukai anisa, ia hanya teman.
Dan kami hanya teman, tidak lebih dari itu”. Sorakan tangan, dan cibiran mulut
temanku pun terdengar olehku hingga ke ruangan guru. Sehingga, tidak lama
setelah kejadian itu. Guru kelasku datang dan menghampiri, apa yang telah terjadi
di kelas kami. Karena, guru kelas kami, panggil saja bu hani, merasa kelas kami
sangat ribut. Dan membuat gaduh kelas sebelah. kami pun terdiam, dikarenakan
sudah diperingatkan oleh bu hani. Tak lama, bel tanda pulang sekolah, akhirnya
kami pun pulang.
Sepulang sekolah,
pada hari itu juga, aku merasa, bahwa aku memang tak pantas untuk ilham. Karena
ia adalah anak orang kaya. Dan aku hanyalah seorang gadis yang terlahir dari
pasangan yang ayahku hanya bekerja sebagai pegawai negeri di sekolah dasar. dan
lambat laun, perlahan urung niatku untuk mendapatkan hati ilham.
Tidak terasa, masa
sma ku habis. Hari itu, kami yang menerima hasil kelulusan dengan bersorak bahagia. Karena telah menerima
hasil kelulusan. Dan akan melanjutkan ke
perguruan tinggi. Dari kejauhan, aku melihat ilham yang tersungging
senyum manisnya, dengan ciri khas lesung pipit yang ada di pipi kanannya. Dalam
hati, ingin rasanya aku bertanya, “hay ilham, apa kabar? Bagaimana
hasilnya?”.hmm…kata sederhan. Yang mungkin anak sd juga bisa mengutaraknnya.
Tapi aku, yang pada hari itu sudah
dinyatakan lulus sms, tidak bisa mengungkapkannnya. Entah apa perasan itu. Aku
membencinya. Biarlah ,aku pikir itu hanya masa lalu. Mungkin beriiringnya
waktu. Rasa itu kan pudar dan lenyap bagai debu yang terkikis oleh derasnya
angin.
Seiringnya waktu,
aku pun melanjutkan studiku ke perguruan tinggi. Yaitu universitas tanjungpura
Pontianak. Pada kala itu, aku masih saja teringat si dia. Ya…ilham. Sosok pria
yang ku kagumi hingga akau jadi seorang mahasiswi. Hmm…”dimana ia kuliyah
sekarang?”. aku sungguh menyesal. Hanya untuk menanyakan, kemana ia melanjutkan
pendidikannya pun aku tak sempat, apaagi meminta alamat atau no hpnya.
Setahun tak bertemu
dengan sahabat lama di sma. Membuatku rindu untuk bertemu. Akhirnya, aku
menuliskan sebuah pengumunman kepada teman—teman sma ku dulu lewat facebook.
Untuk mengajak mereka reunian di sebuah
rumah makan dekat kampus. Pesanku dibalas oleh temanku. Dan alangkah
terkejutnya aku. Orang pertama yang membalas pesan kronologiku di facebook adalah
ilham. Terlihat pengiriman pesan itu dari jogja. Langsung aku terpikir untuk
meminta no hpnya. Agar aku bisa menghubunginya serta menyakan kabarnya sekarang.
“Asslamualaikum
ilham, kamu apa kabar” ujarku. Pesan singkatku dibalas walaupun butuh 4 jam aku menunggu balasan itu. “walaaikumsalam,
baik sa. kamu?” Tanya balik ilham kepadaku. Sungguh pesan singkat yang luar
biasa bagiku. Tak pernah terbayang olehku. Seseorng yang ku kagumi dulu sekarang
membalas pesanku, walaupun hanya sekadar pesan singkat. Obrolan panjang, hingga
pada akhirnya datang sebuah pesan singkat. “anisa, apakah sekarang kamu sudah
memilki kekaksih?”
Jantungku berdebar
luar biasa hebatnya. Jejariku tak mampu bergerak, seakan kaku dan membatu. Aku
bingung harus menjawab apa. Hanya bergumam dalam hati, haruskah aku menjwabnya?
Apa yang harus aku jawab? Apa alasaku? Beribu pertanyaan dalam hati, tapi tak
mampu aku pungkiri. Aku ingin sekali menjawabnya. Menjawab pesan singkat dari
ilham. sosok pria yang ku kagumi hingga kini aku menjadi mahasiswi.
Jikalau orang lain
mengatakan pepatah, pucuk dicinta, ulampun tiba. Mungkin aku tidak demikian.
Aku tak tahu harus berbuat apa. Pesan ini terlalu rumit untuk ku balas. Karena aku
telah memiliki seseorang pengganti ilham. Dialah sosok penggnti ilham di
hidupku, seniorku dikampus yang bernama ridwan. Seorang pria yang selalu
mendampingiku, menghiburku kala ku sedih dan gundah mengingat ilham yang jauh
dan tak pernah member kabar.
Pesanku bertambah,
hpku berbunyi lagi. Dan ternyata dari ilham. “mengapa tidak dijawab sa,??”Tanya
ilham kepadaku. Sungguh aku tak mampu berkutik. Perasaan apa ini. Ingin rasanya
aku menjwab, kalau aku belum memiliki kekasih. Tetapi, bagaimana dengan ridwan.
Ia lelaki terbaik dalah hidupku selama ilham tidak ada. Haruskah ku membiarkan
ilham pergi untuk kedua kalinya. Ku rasa tidak.
Cinta adalah
pengorbanan. Dulu aku bekorban untuk meninggalkan ilham. Mengorbankan hatiku
untuk sakit, ditinggalkan ilham. Kini, aku sadar ridwan juga akan berkoban
untukku. Aku akan meninggalkan ilham. Karena cinta pertamaku adalah ilham bukan
ridwan. Dan inilah proses pendewasaan diri. “maafkan aku” ungkap dalam hatiku.
Aku ingin mengejar cintaku yang lama ku tunggu yaitu ilham.
Butuh waktu memang,
tetapi pada akhirnya aku memilih ilham. Dan meninggalkn ridwan. Dan ridwan yang
tidak tahu apa salahnya, membuat hariku uring-uringan. Ia trus mendesak apa
salahnya, apa yang telah ia perbuat hingga aku meninggalkannya. Dosa memang
diriku. Karena menyakit ridwan yang dulu baik padaku. Tetapi salahkah aku. Ku
juga ingin bahagia, aku ingin hidup dengan ilham. Cinta pertamku saat sma. Yang
kini menginginkanku. Begitu dengan ku.
#to be countinue….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar