Minggu, 12 Oktober 2014

psikologi sastra



Psikologi Sastra
Diajukan sebagai Suatu Syarat dalam Memenuhi Tugas
KAJIAN PROSA
Dosen Pengampu Dr. H.Martono
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
oleh
Afriyanti                     F1011131055
Rudi Hartono              F1011131023
Fransiska                     F1011131049
Risky Septiani             F1011131069
Adip Darma                F1011131051

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur  kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat kasih dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Psikologi Sastra” tepat waktu. Makalah ini diajukan sebagai satu syarat untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah  kajian prosa. Dalam pembuatan makalah ini kami mendapatkan bantuan berupa materi dan informasi dari beberapa pihak. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. H. Martono, selaku dosen pengampu mata kuliah kajian prosa yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini, dan teman-teman sekelas yang telah memberikan informasi mengenai tugas kelompok ini.
Kami telah berusaha sebaik mungkin dalam menyelesaikan makalah ini. Apabila masih terdapat kekurangan, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Kami berharap makalah ini  dapat bermanfaat  bagi kita semua, untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, serta mempermudah dalam memahami materi yang ada dalam makalah ini.
Pontianak, 15 September 2014
Tim Penulis,

Kelompok 4






i
 
 
DAFTAR ISI
                                                                                                                                                                                                                      Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
Bab I Pendahuluan 1
A.    Latar Belakang 1
B.     Rumusan Masalah 2
C.     Tujuan 2
Bab II Kajian Teori 3
A.    Asal-Usul Psikologi Sastra 3
B.     Pengertian Psikologi Sastra 5
C.     Hubungan Antara Psikologi Dan Sastra 8
D.    Teori Penelitian Psikologi Sastra 9
E.     Tokoh Psikologi Sastra dan Konsepnya 16
F.      Kajian Psikologi Sastra 21
Bab III Penutup 25
A.    Simpulan 25
B.     Saran 26
DAFTAR PUSTAKA 27






ii
 
 
BAB I
Pendahuluan

A.    Latar belakang
Secara singkat dapat dikatakan bahwa sastra adalah pembayangan atau pelukisan kehidupan dan pikiran imajinatif ke dalam bentuk-bentuk dan struktur bahasa. Sastra adalah bagian dari budaya dan kehidupan kita sebagai manusia. Ada hal-hal atau peristiwa yang hanya sekali kita alami dalam kehidupan ini, tetapi ada pula peristiwa yang selalu atau berulang-ulang kita alami. Sastra merupakan satu diantara cabang ilmu pengetahuan yang memiliki metode keabsahan dan keilmiahannya, hanya saja terdapat perbedaan di dalammya. Metode-metode yang terdapat dalam ilmu budaya tidak selalu sama dengan metode-metode ilmu alam. Pada dasarnya, ilmu alam mempelajari fakta-fakta yang berulang, sedangkan sejarah mempelajari fakta-fakta yang silih berganti, karena studi sastra adalah suatu studi yang terus berkembang.
1
 
Perkembangan ilmu tentang sastra didukung oleh beberapa unsur yang dapat membantu dalam melakukan penelitian tentang sastra. Berkembangnya ilmu tentang sastra yang terdapat dalam sebuah karya sastra itu dapat dikaji atau dianalisis berdasarkan beberapa faktor. Satu diantaranya adalah faktor yang berasal dari luar sastra itu. Faktor-faktor dari luar karya sastra adalah sosiologi sastra, psikologi sastra dan antropologi sastra. Sosiologi sastra dianalisis berkaitan dengan masyarakat. Antropologi sastra dianalisis berkaitan dengan perilaku manusia atau aspek budaya.
2
 
Psikologi sastra adalah suatu kajian sastra yang memposisiskan karya sastra sebagai sebuah aktifitas kejiwaan. Artinya, psikologi sangat berperan penting dalam penganalisisan sebuah karya satra dengan mengutamakan sisi kejiwaan sebuah karya sastra, baik dari unsur pengarang tokoh, maupun pembacanya. Dapat disimpulkan bahwa, hubungan antara sastra dan psikologi sangat erat kaitannya.

B.     Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat disimpulkan berdasarkan latar belakang di atas yaitu: 
1.      Apa yang dimaksud dengan psikologi sastra?
2.      Apa hubungan antara psikologi dan sastra?
3.      Jelaskan teori-teori psikologi sastra?
4.      Siapa saja tokoh pencetus psikologi sastra dan kosepnya?
5.      Apa saja kajian psikologi sastra dan psikoanalisis sastra?
C.     Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu penulis sangat berharap makalah ini dapat menjadi referensi bagi kita sebagai mahasiswa maupun pembaca lainya, agar lebih mengetahui dan memahami tentang psikologi sastra.

BAB II
Kajian Teori


A.    Asal-Usul Psikologi Sastra
Disadari atau tidak, dunia penelitian pesikologi sastra awal adalah teori Freud. Meskipun tidak harus dinyatakan dia sebagai pencetus teori, namun perkembangan berikutnya memang agak tersendat. Teori psikoananalisis  Freud yang banyak mengilhami para pemerhati psikologi sastra. Dia membedakan kepribadian menjadi tiga macam yaitu id, ego dan super ego. Ketiga ranah psikologi ini tampaknya menjadi dasar pijakan penelitian psikologi sastra.
3
 
Bahasa dalam sastra adalah simbol psikologis. Bahasa sastra adalah bingkisan makna psikis yang dalam. Maka , penelitian  memahami bahasa estetis menggunakan psikoanalisis. Teori  Freud dimanfaatkan untuk mengungkapkan berbagai gejala psikologis di balik gejala bahasa. Oleh karena itulah, keberhasilan penelitian tergantung dari kemampuan dalam mengungkapkan kekhasan bahasa yang digunakan oleh pengarang.benar, yang sangat dominan adalah tokoh-tokoh , tetapi perludisadari bahwa keseluruhan unsur disajikan melalui bahasa. Bagaimana tokoh-tokoh , gaya bahasa, latar, dan unsur-unsur yang muncul secara berulang-ulang. Jelas menunjukan ketaksadaran bahasa dan memiliki arti secara khas. Bagi Frued, asas psikologi adalah alam bawah sadar , yang didasari secara samar-samar oleh individu yang bersangkutan.
4
 
Teori lain dikemukakan  oleh Lacan (1901-1981). Apabila teori Freud memberikan intensitas  pada kesadaran  individual, jung pada ketaksadaran kolektif , Lacan lebih memutuskan perhatian pada bahasa dan sastra. Lacan membedakan teorinya menjadi tiga macam yaitu yang imajiner, yang simbolis, dan yang nyata menunjukan usahanya untuk menemukan konsep baru dalam kaitannya dengan bahasa. Pada dasarnya, teori  ketaksadaran Freud dapat dianggap sebagai awal penolakan manusia terhadap dominasi subjek sebagaimana sangat diagung-agungkan sejak zaman Pencerahan. Artinya , sesudah Freud, yang kemudian dilanjutkan oleh lacan , energi kreativitas didominasi oleh ketaksadaran, bukan manusia itu sendiri. Psike adalah struktur tanda yang dihuni oleh alteritas yang radikal, yang secara total berasal dari sesuatu yang lain, yaitu struktur bawah sadar.
Tanpa kehadiran psikologi sastra dengan berbagai acuan kejiwaan, kemungkinan pemahaman sastra akan timpang.  Kecerdasan sastrawan yang sering melampaui batas kewajaran mungkin bisa dideteksi  lewat psikologi sastra. Itulah sebabnya pemunculan psikologi  yang masih terseok-seok ini perlu mendapat sambutan . Paling tidak sisi lain dari sastra akan terpahami secara proporsional dengan penelitian psikologi sastra. Apakah sastra itu sebuah lamunan, impian, dorongan seks,  dan seterusnya dapat dipahami ilmu yang satu ini.
B.    
5
 
Pengertian Psikologi Sastra
Walgito (2004:l) menjelaskan  bahwa, ditinjau dari segi bahasa,  psikologi berasal dari kata psyche yang berati Jiwa'dan  logos berarti 'ilmu' atau 'ilmu pengetahuan',  karena  itu psikologis sering diartikan dengan  ilrnu pengetahuan  tentang jiwa.  psikologi merupakan ilmu yang  mempelajari dan menyelidiki  aktivitas  dan tingkah laku manusia. Aktivitas dan tingkah  laku tersebut merupakan manifestasi kehidupan jiwanya. Jadi, jiwa  manusia  terdiri dari dua alam, yaitu alam sadar (kesadaran)  dan alam tak sadar  (ketidaksadaran).  Kedua alam tidak hanya saling  menyesuaikan,  alam sadar  menyesuaikan terhadap dunia  luar, sedangkan alam tak sadar penyesuaiannya  terhadap dunia dalam. Jadi psikologi dapat diartikan sebagai  ilmu yang  mempelajari gejala jiwa yang mencakup  segala aktivitas dan tingkah laku manusia.
Psikologi sastra adalah  kajian sastra yang memandang  karya sebagai aktivitas kejiwaan.  Pengarang  akan menggunakan cipta rasa, dan karsa dalam berkarya. Pembaca dalam  menanggapi  karya tidak lepas dari kejiwaan masing-masing.  Psikologi sastra juga  mengenal  karya sastra sebagai pantulan kejiwaan. Pengarang akan menangkap  gejala jiwa, kemudian  diolah ke dalam teks dan dilengkapi  dengan  kejiwaannya. Proyeksi pengalaman  sendiri dan  pengalaman hidup di sekitar pengarang akan terproyeksi  secara imajiner ke dalam teks
6
 
Pada dasarnya  kajian psikologi sudah banyak diterapkan  oleh pengarang  sejak dulu, namun terkadang pengarang  dengan  sengaja tidak memunculkan gejala-gejala  psikologi secara terang-terangan.  Berdasarkan kutipan di atas dapat  disimpulkan  bahwa pendekatan  psikologi pada karya sastra memusatkan  perhatian  pada tokoh-tokoh, dari tokoh-tokoh  tersebut maka akan ditemukan adanya konflik batin di dalamnya. Oleh karena itu, pendekatan psikologi sastra sangat diperlukan  untuk menganalisis  dan menemukan  gejala-gejala  yang tidak terlihat atau  bahkan dengan sengaja disembunyikan  oleh pengarang  pada karya sastra.
Istilah "psikologi sastra" mempunyai empat kemungkinan pengertian.Pertama, studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi.  Kedua, studi  proses kreatif. Ketiga, studi dan tipe dan hukum-hukum psikologi  yang diterapkan  pada karya sastra dan yang  keempat, mempelajari dampak  sastra  pada pembaca  (psikologi pembaca). Pada penelitian ini pengertian yang  ketigalah yang digunakan untuk menganalisis  karya sastra (Rene wellek dan Austin Waren terjemahan Melani Budianta,  1989: 90).
Asumsi  dasar penelitian psikologi  sastra antara lain dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, adanya  anggapan  bahwa  karya sastra merupakan produk dari suatu  kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berbeda  pada situasi setengah sadar atau subconscious self dan baru dituangkan  ke dalam  bentuk secara  sadar  (conscious). Antara sadar  dan tak sadar  selalu mewarnai dalam proses  imajinasi  pengarang.  Kekuatan  karya sastra  dapat dilihat seberapa jauh  pengarang mampu mengungkapkan ekspresi kejiwaan yang tidak sadar itu ke dalam sebuah  cipta sastra.
7
 
Kedua, kajian psikologi sasta di samping  meneliti perwatakan tokoh secara  psikologis juga aspek-aspek  pemikiran  dan perasaan pengarang ketika menciptakan  karya tersebut.  Pengarang mampu menggambarkan  perwatakan tokoh sehingga  menjadi semakin  hidup. Sentuhan-sentuhan   emosi melalui dialog atau  pemilihan kata, sebenarnya merupakan  gambaran kekalutan dan kejernihan  batin pencipta. Kejujuran batin itulah yang menyebabkan  orisinalitas karya (Suwardi Endraswara, 2008:96).
Sastra berbeda dengan  psikologi, sebab sebagaimana sudah kita pahami sasta berhubungan  dengan  dunia fiksi, drama,  puisi, esai yang diklasifikasikan  ke dalam seni, sedang  psikologi merujuk kepada studi ilmiah tentang  perilaku  manusia dan proses mental. Meski berbeda keduanya  memiliki titik temu atau kesamaan yakni keduanya berangkat dari manusia  dan kehidupan sebagai sumber kejadian.  Bicara tentang manusia, psikologi jelas  terlibat erat, karena psikologi  mempelajari perilaku-perilaku manusia tidak lepas dari aspek kehidupan yang membungkusnya dan mewamai  perilakunya  (Siswantoro, 2005:29).
Penelitian psikologi sastra  memang  memiliki  landasan pijak yang kokoh. Karena, baik sastra  maupun  psikologi sama-sama mempelajari
8
 
kehidupan manusia.  Bedanya kalau sastra mempelajari  manusia sebagai ciptaan  imajinasi pengarang,  sedangkan  psikologi mempelajari manusia sebagai ciptaan Illahi secara  riil.

C.     Hubungan antara Psikologi dan Sastra
Ada tiga cara yang bisa kita lakukan untuk memahami hubungan antara psikologi dan  sastra,  yaitu  (a)  memahami  unsur-unsur  kejiwaan  sang pengarang  sebagai penulis,  (b)  memahami  unsur-unsur  kejiwaan  tokoh-tokoh  fiksional  yang ada pada  karya sastra,  (c)  memahami  unsur-unsur  kejiwaan  sang pembaca. Berdasarkan penelitian ini cara  yang digunakan  untuk menghubungkan psikologi dengan  sastra  adalah  memahami  unsur-unsur  kejiwaan  tokoh-tokoh  fiksional  pada karya sastra.
Menganalisis  tokoh  dalam  karya  sastra  dan  perwatakannya  seorang  pengkaji sastra   harus  berdasarkan  teori  dan  hukum-hukum  psikologi  yang menjelaskan  tentang perilaku  dan  karakter  manusia tersebut.  Teori  psikologi  yang  sering digunakan  dalam  melakukan  penelitian  sebuah  karya  sastra  adalah  psikoanalisis yang dikemukakan oleh Sigmun Freud.
Hubungan antara psikologi dan sastra atau antara gejala-gejala kejiwaan dan sastrawan, baik yang mendahuluinya maupun yang kemudian terungkapkan dalam karyanya seolah-olah dikukuhkan penemuan psikoanalisis, Sigmund Freud (1856-1939). Bersamaan dengan itu, C.G. Jung (1875-1961) lewat psikologi dalam hubungannya dengan sastra. Baginya, arketipe adalah imaji asli dari ketidaksadaran, penjelmaan yang turun temurun sejak zaman purba. Penyair adalah manusia kolektif, pembawa, pembentuk dan pembina dari jiwa manusia yang aktif secara tak sadar.
9
 
Psikologi dan sastra memiliki hubungan, yakni sama-sama berguna untuk sarana mempelajari keadaan kejiwaan orang lain. Hanya perbedaannya, gejala-gejala kejiwaan yang ada dalam karya sastra adalah gejala-gejala kejiwaan dari manusia-manusia imajiner, sedangkan dalam psikologi adalah manusia-manusia rill. Namun keduanya, dapat saling melengkapi dan saling mengisi untuk memperoleh pemahaman lebih mendalam terhadap kejiwaan manusia.

D.    Teori Penelitian Psikologi Sastra
1.      Teori Dasar Psikologi Sastra
Psikologi sastra memandang bahwa sastra merupakan hasil kreativitas pengarang menggunakan media bahasa, yang diabdikan untuk kepentingan estetis. Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya ternuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun suasana rasa (emosi). Pengalaman kejiwaan sang pengarang yang semula terendap dalam jiwa, telah beralih ke dalam karya sastra yang diciptakannya. Karya sastra dapat didekati dengan menggunakan pendekatan psikologi. Sastra dan psikologi terlalu dekat hubungannya. Meskipun sastrawan jarang berpikir secara psikologis, namun karyanya tetap bisa bernuansa kejiwaan.
10
 
Sastra maupun psikologi, kebetulan memiliki tempat berangkat yang sama, yakni kejiwaan manusia. Pengarang dan psikolog adalah sama-sama manusia biasa. Mereka mampu menangkap keadaan kejiwaan manusia secara mendalam. Hanya perbedaannya, sang pengarang mengemukakannya dalam bentuk karya sastra, sedangkan psikolog, sesuai dengan keahliannya, ia mengemukakannya dalam bentukformulasi teori-teori psikologi.
Psikologi dan karya sastra memiliki hubungan fungsional, yakni sama-sama berguna untuk sarana mempelajari keadaan kejiwaan orang lain. Hanya perbedaannya, gejala-gejala kejiwaan yang ada dalam karya sastra adalah gejala-gejala kejiwaan dari manusia-manusia imajiner, sedangkan dalam psikologi adalah manusia-manusia rill. Namun keduanya, dapat saling melengkapi dan saling mengisi untuk memperoleh pemahaman lebih mendalam terhadap kejiwaan manusia.
Akhirnya, dapat dikatakan bahwa sastra sebenarnya dapat dijadikan objjek penelitian kejiwaan. Sastra dapat membantu psikologi atau pun sebaliknya. Belajar kejiwaan dari sastra mungkin jauh lebih intens disbanding dalam dunia nyata. Lebih dari itu, sastra akan menawarkan sejumlah rekaan manusia. Psikologi juga akan menawarkan sederet kejiwaan manusia. Titik ketemu keduanya dapat digabung menjadi psikologi sastra. Melalui psikologi sastra, misteri di antara dua disiplin ini dapat terjawab.

2.      Teori Konvergensi
11
 
Ada tiga teori yang terdapat di dalam teori konvergensi, yaitu:
a.       Teori Psikobudaya
Sastra dan psikologi tampaknya seperti berbeda jauh. Namun, jika dicermati, sesungguhnya keduanya mirip dalam esensi penelitian, yakni manusia. Esensi penelitian psikologi terfokus pada manusia dalam dunia nyata, sedangkan sastra terfokus pada manusia dalam dunia khayal.
Pemahaman manusia dalam sastra, akan lengkap apabila ditunjang oleh psikologi, begitu juga sebaliknya. Hal ini berarti bahwa teori penelitian psikologi sastra jelas berupa konvergensi antara teori sastra dan teori psikologi. Meskipun teori yang ditawarkan berupa gabungan, namun yang paling dominan seharusnya teori sastra. Maksudnya, prioritas utama kerangka penelitian adalah teori sastra, bukan teori psikologi. Lebih dari itu, penelitian supaya tetap berada pada koridor sastra.
Langkah pemahaman teori psikologi sastra tersebut, dapat melalui tiga cara, pertama, melalui pemahaman teori-teori psikologi kemudian diadakan analisis terhadap suatu karya sastra. Kedua,  dengan terlebih dahulu menentukan sebuah karya sastra sebagai objek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori  psikologi yang dianggap relevan untuk melakukan analisis. Ketiga,  berjalan bersama antara menemukan teori dan objek penelitian (sastra).teori konvergensi di atas harus dibangun dalam bentuk konstruk analisis yang memadai. Konstruk akan menjadi arahan penelitian konversi psikologi dan sastra yang handal. Konstruk ini bukan sekadar komplikasi teori, melainkan mengakrabkan teori psikologi dan sastra. Teori yang dibangun tidak lagi berdiri sendiri, tetapi campuran yang halus. Kemapanan membangun konstruk analisis sebenarnya sudah setengah berhasil dalam penelitian.
12
 
Terdapat kaitan yang erat antara aspek psikologis dengan unsur tokoh dan penokohan, maka karya sastra yang relevan untuk dianalisis secara psikologis adalah karya-karya yang memberikan intensitas pada aspek kejiwaan tersebut.

b.      Teori Psikomimesis
Psikologi dan sastra yang dibangun halus esensinya merupakan sebuah penelitian mimesis. Mimesis adalah tiruan. Tiruan jiwa adalah pergolakan jiwa secara sistematis. Penelitian akan memasuki wilayah mimesis ini secara hati-hati. Mimesis tidak hanya terjadi pada hal-hal fisik, namun juga terkait nonfisik termasuk kejiwaan.maksudnya, jiwa akan ditiru gerak-gerik atau getarannya dalam sastra.
Teori mimesis yang dibangun bisa amat bervariasi. Dari berbagai sisi, mimesis dapat hadir dalam sastra. Oleh karena itu, menarik untuk disimak gagasan Daiches (Ratna, 2004:348) bahwa prinsip-prinsip psikologi dimanfaatkan dalam analisis karya sastra melalui tiga cara, yaitu (a) melalui pengarang, (b) melalui semestaan tokoh-tokoh, dan (c) melalui citra arketipe. Cara yang pertama di sebut kritik ekspresif sebab melukiskan eksistensi subjek kreator sebagai subjek individual, khususnya kaitan antara sikap pengarang dan karya yang dihasilkannya. Cara yang kedua disebut sebagai kritik objektif dengan memusatkan perhatian pada psikologi tokoh-tokoh, khususnya manifestasi karakterisasi sebagai representasi karakterologi. Cara yang ketiga disebut kritik arketipe sebab analisis dipusatkan pada genesis psikologis, khususnya mengenai eksistensi ketaksadaran kolektif.
13
 
Peneliti psikomimesis harus mencermati gejala jiwa. Gejala jiwa dalam memang dipandang yang amat rumit, apalagi jika gejala itu telah diekspresikan dalam sastra yang bernuansa absurd. Peneliti tentu perlu menguasai absurditas sastra. Keanehan dalam sastra jelas tak bisa lepas dari aspek jiwa. Jiwa itu akan ditiru secara estetis. Jiwa menjadi pusat mimesis yang luar biasa.

c.       Teori Psikobiografis
Biografi adalah kisah pengarang. Kehidupan pengarang amat menentukan kondisi sastra. Maka, tugas peneliti adalah memahami latar belakang pengarang secara komprehensif. Aspek budaya, sosial, lingkungan, dan sebagainya akan disorot secara tajam. Memang batas biografi ini perlu dipahami, yakni sejak kapan telah memahami kunci-kunci estetis. Sejak kapan pula seorang pengarang telah berkarya.konteks historis pribadi ini harus dilacak sedemikian rupa.
14
 
Dalam studi psikologis sebenarnya tidak akan bisa lepas dari studi pengarang kelas apa pun. Hal ini karena aspek kejiwaan akan melanda siapa saja. Tiap-tiap level pengarang memiliki kekhasan masing-masing. Biografi amat membantu penelitian psikobiografis. Pencermatan biografis adalah masalah hidup dan kreativitas.
Studi psikologis dapat mengungkap aspek biografis pengarang secara proporsional. Tentu penekanan biografis tetap pada gejala psikis. Tumpuan akhir dari sebuah penelitian adalah menemukan relevansi biografis dalam kandungan nilai dalam sastra. Aspek-aspek biografis, apakah akan menciptakan ide baru atau tidak, tergantung kemampuan peneliti mengungkapnya. Beberapa sastrawan yang pernah mengenyam dunia jeruji besi, tentu mengalami dentuman psikologis yang khusus. Pada tataran ini, peneliti psikologi sastra perlu memanfaatkan biografis dari waktu ke waktu.

3.      Teori Psikotekstual
      Psikotekstual adalah teori psikologi sastra dari aspek teks. Teks menjadi tumpuan utama. Penelitian teks tidak hanya membedah sastra sebagai struktur, tetapi juga unsur pembentuk sastra itu. Gagasan ini sebenarnya mengisyaratkan bahwa teks sastra boleh dibaca dalam sekian hal. Termasuk di dalamnya membaca teks secara psikologis.
Barthes (Suwonndo, 2003:77) menekankan studi sastra hendaknya mengikuti lima kode. Yaitu aksi, teka-teki. Budaya, konotasi, dan symbol. Kode-kode ini memang tidak langsung merujuk pada konsep tekstual psikologi sastra. Meskipun demikian, psikologi sastra pun sebenarnya tak bisa lepas dari penelitian kode tersebut.
15
 
      Teori penelitian tekstual ini telah banyak dibahas oleh Roekhan (1990:88-105). Menurut dia penelitian yang tekstual dalam psikologi sastra, yakni penelitian terhadap aspek psikologis sang tokoh dalam karya sastra, lebih kemudian dibandingkan dengan dua pendekatan yang lain, yaitu pendekatan ekspresif dan pendekatan reseptif pragmatis.
      Kehadiran penelitian tekstualini bermula dari munculnya rasa tidak puas dari sekelompok pengkaji sastra terhadap pendekatan ekspresif dan reseptif pragmatis yang telah ada. Dengan kondisi ini, pendekatan ekspresif dan pendekatan reseptif pragmatis yang tersisih dan nyaris hilang karena tergeser oleh kepopuleran pendekatan tekstual, kembali terangkat dalam percaturan studi psikologi sastra dan mendapatkan kedudukan yang proporsional, sejajar dengan pendekatan tekstual.
      Pendekatan tekstual adalah satu di antara pendekatan dalam studi psikologi sastra. Pada mulanya pendekatan tekstual hanya bertumpu pada pendekatan psikologi dalam, yang dikembangkan oleh Sigmund Freud, C. Gustav Jung, dan kawan-kawannya.
      Penelitian tekstual merupakan penelitian yang berkutat pada tokoh. Beberapa teori analisis bisa digunakan dalam studi teks ini. Yang penting, penelitian dengan teori tekstual lepas dari hal ihwal di balik latar belakang psikologis pengarang. Tekstual juga memperhatikan konteks pembaca. Meskipun sering kali ada analogi-analogi, tetapi paparan tetap tercurah pada karya sastra itu sendiri. Sorotan masalah tokoh dipandang dari teori psikologi.
16
 
      Begitulah sistem psikotekstual. Teks menjadi endapan kejiwaan. Teks selalu dipandang sebagai simpanan jiwa. Gejolak jiwa dari yang sederhana sampai ke kompleks, menjadi ruh teks. Jiwa akan menghidupkan teks. Maka, penelitian psioteks bertumpu dari teks untuk mencermati derap kejiwaan.

E. Tokoh Psikologi Sastra
1.      Sigmund Freud
Tokoh yang dipandang sebagai pencetus  ide psikologi sastra adalah Sigmund Freud (1856-1939). Freud lahir pada tanggal 6 Mei 1856 di Freiberg, Moeavia. Dia berasal dari keluarga Yahudi dan  terkenal dengan sebutan “Bapak Psikoanalisis”.  Freud adalah seorang dokter yang selalu mengemukakan pikirannya dalam bentuk ilmiah. Pada tahun 1895 Freud mulai mengemukakan psikoanalisisnya. Ia semangkin fokus pada  masalah psikologi tokoh, dengan menganalogikan tokoh-tokoh dalam sastra  lewat hubungan dokter dan pasien.
Beberapa konsep dasar teori Freud adalah kesadaran dan ketidaksadaran yang dianggap sebagai aspek kepribadian, insting dan kecemasan. Menurut Freud kehidupan psikis mengandung dua bagian, yaitu kesadaran dan ketidaksadaran. Freud menganalogikan kesadaran bagaikan permukaan gunung es yang nampak, merupakan bagian kecil dari kepribadian, sedangkan bagian ketidaksadaran Freud menganalogikan bahwa yang ada di bawah permukaan air mengandung insting-insting yang mendorong semua perilaku manusia.
17
 
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pendekatan psikologi  yang bersumber dari gagasan Freud mencakup empat penyelidikan yakni:
1)      Psikologi pengarang sebagai tipe dan individu,
2)      Bagaimana terjadinya suatu proses penciptaan karya sastra,
3)      Sejauh mana psikologi diterapkan dalam karya sastra dan
4)      Pengaruh karya sastra pada pembacanya.
Penyelidikan yang dapat dipandang sebagai bentuk lain dari sastrawan atau teori mimpi Freud, sebenarnya bukan wilayah ilmu sastra, tetapi termasuk ke dalam wilayah psikologi.
Konsep Freud mengenai ketidaksadaran, yaitu tingkah laku manusia lebih banyak digerakkan oleh aspek-aspek tak sadar dalam dirinya. Pembagian itu dikenal dengan struktur kepribadian, dan terdiri atas tiga unsur yaitu (1) das es (the id), yaitu aspek psikologi, (2) das ich (the ego), yaitu aspek psikologis, (3) das ueber ich (the super ego), yaitu aspek sosiologis.
18
 
 Id berkaitan dengan ketidaksadaran yang merupakan bagian dari kepribadian. Kekuatan yang berkaitan dengan id mencakup insting seksual dan insting agresif. Freud menyebutnya sebagai prinsip kenikmatan. Ego berkaitan dengan komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk menangani realitas. Oleh karena itu, Freud menyebutnya sebagai prinsip realitas. Super-ego mengontrol perilaku yang boleh dilakukan atau tidak. Oleh karena itu, Freud menyebutnya sebagai prinsip moral.
2.      Gestalt
Gestalt adalah ahli psikologi Gestalt yang cukup dikenal. Menurut aliran Gestalt, jiwa manusia adalah keseluruhan yang tersendiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Contohnya kepala manusia, telinga dan lainnya. Pada strukturnya, masing-masing bagian dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Bagian-bagian itu hanya bermakna  dalam hubungan keseluruhan dan berpengaruh terhadap tafsiran pembelajaran.
Prinsip belajar Gestalt, yakni belajar dimulai dari suatu keseluruhan, keseluruhan merupakan permulaan, kemudian menuju ke bagian-bagian dari hal-hal yang kompleks ke hal-hal yang sederhana.
 Psikologi gestalt didasari oleh pemikiran Kant tentang teori nativistik yang mengatakan bahwa organisasi aktivitas mental membuat individu berinteraksi dengan lingkungannya melalui cara-cara yang khas. Sehingga tujuan psikologi gestalt adalah menyelidiki organisasi aktivitas mental dan mengetahui secara tepat karakteristik interaksi manusia lingkungan. Psikologi Gestalt diawali dan dikembangakan melalui tulisan-tulisan tiga tokoh penting, yaitu Max Wertheimer, Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka. Hingga pada tahun 1930, gerakan gestalt telah berhasil menggantikan model wundtian dalam psikologi Jerman. Namun, keberhasilan gerakan tersebut tidak berlangsung lama kerena munculnya hitlerisme. Sehingga para pemimpin gerakan tersebut hijrah ke Amerika.
19
 
Hakikat pemahaman makna atau apresiasi puisi dengan pendekatan Gestalt adalah melakukan pertemuan antara apresiator dengan puisi sehingga muncullah nilai Gestalt yang diakibatkan oleh pertemuan itu, yaitu si apresiator yang mempunyai pengalaman majemuk yang ingin memahami makna puisi, dan karya puisi sebagai refleksi kehidupan penyairnya yang mempunyai pengalaman yang majemuk pula.

Memahami makna sebuah puisi haruslah didahului dengan membaca puisi tersebut secara menyeluruh, agar memperoleh kesan yang bulat dan padu. Jadi, dalam memparafrasakan puisi, tidak menganalisis kata per kata, frasa per frasa, dan kalimat per kalimat. Namun, menganalisis keseluruhan dari awal hingga akhir.
3.      Skinner
Gagasan tokoh psikologi Skinner (behavior) terfokus pada kondisonal manusia. Pendekatan behavior berpijak pada anggapan bahwa kepribadian manusia adalah hasil bentukan dari lingkungan tempat ia berada. Pendekatan behavioral mengabaikan faktor pembawaan manusia yang dibawa sejak lahir, seperti perasaan, insting, kecerdasan,bakat dan lain-lain.
20
 
Skinner membagi perilaku manusia menjadi dua, yaitu perilaku tak berkondisi dan perilaku berkondisi. Perilaku tak berkondisi adalah perilaku manusia yang bersifa talami, yang terbentuk dari stimulus tak berkondisi (alami). Perilaku berkondisi adalah perilaku yang muncul sebagai respon atas stimulus berkondisi (tidak alami).
Untuk menghasilkan perilaku yang diharapkan, Skinner memberikan prinsip pembentukan stimulus, yaitu positif, ajeg dan berjarak. Positif, karena stimulus yang bersifat negatife sering menimbulkan perilaku yang kurang baik, seperti hukuman. Dengan hukuman, seseorang menjadi pendendam atau berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan hanya karena takut. Ajeg, karena stimulus yang tidak diberikan secara ajeg, tidak dapat berfungsi secara optimal dan cenderung membuat orang kebal terhadap stimulus. Berjarak, dalam stimulus yang diberikan harus dirancang secra tepat pada jarak pemberiannya agar lebih efektif.
Menurut Endraswara (2008:58) konsepsi psikologi behavioral tetap jitu untuk memahami tokoh dalam sastra. Jika dalam dunia riil stimulus respon itu masih murni, maka dalam sastra telah lewat imajinasi sastrawan. Meskipun keduanya memilki wilayah yang berbeda, tetapi tetap menarik dikaji karena unsur tokoh yang akan membangun suasana sastra.

4.      Coleridge
21
 
Coleridge adalah ahli sastra yang banyak disebut-sebut M.H. Abrams. M.H. Abrams membahas psikologi sastra secara mendalam. fokus utamanya adalah pada wawasan Coleridge dan James Beattie.
Pandangan James Beattie tentang fenomena psikologi sastra sebagai berikut:
1)      unsur-unsur partikel pikiran,
2)      gerakan dan kombinasi bagian-bagian organisme,
3)      hukum-hukum penampilan asosiatif dan
4)      masalah pertimbangan desain artistik.
Dari empat pandangan alamiah dan dan sastra di atas, peneliti dapat leluasa masuk ke dalam wilayah psikologi sastra. Intersivitas penggunaan unsur kejiwaan sebenarnya sejalan dengan peran unsur-unsur organik. Setiap unsur akan menjadi wahana jiwa, karena jiwa merupakan penerang.  Meskipun dalam sastra ditampilkan dengan asosiasi dan imajinasi kritits.
F.      Kajian Psikologi Sastra
1)      Psikologi Pengarang
Psikologi pengarang merupakan salah satu wilayah psikologi kesenian yang membahas aspek kejiwaan pengarang sebagai suatu tipe maupun sebagai seorang pribadi (wellek & Werren, 1990:90). Dalam kajian ini yang menjadi fokus aspek kejiwaan pengarang yang memiliki hubungan dengan proses lahirnya karya sastra. Seperti dikemukakan oleh Hardjana (1984:62) kajian yang berhubungan dengan “keadaan jiwa” sebagai sumber ciptaan puisi yang baik telah dikemukakan oleh Wordsworth,seorang penyair romantik Inggris pada awal abad sembilanbelas. Wordswort mengatakan sebagai berikut.
22
 
Penyair adalah manusia yang bicara pada manusia lain. Manusia yang benar-benar memiliki rasa tanggap yang lebih peka, Kegairahan dan kelembutan jiwa yang lebih besar. Manusia yang memiliki pengetahuan yang lebih mendalam tentang kodrat manusia dan memiliki jiwa yang lebih tajam dari pada manusia-manusia lainnya.
Wordsworth menjelaskan bahwa “keadaan jiwa” dengan psikologi khususnya, akan melahirkan pengungkapan bahasa puisi yang khusus. Pendirian Wordswort mengenai proses penciptaan puisi yang di katakan sebagai pengungkapan alamiah dari perasaan-perasaan yang meluap-luap, dari getaran hati yang berkembang dalam kesyaduan,juga menunjukkan adanya hubungan antara aspek psikologi dalam proses penciptaan puisi (Hardjana, 1984:62).
2)      Psikologi Pembaca
Psikologi pembaca merupakan satu jenis kajian psikologi yang memfokuskan pada pembaca, yaitu ketika membaca dan menginterprestasikan karya sastra mengalami berbagai situasi kejiwaan. Yang menjadi objek kajian dalam psikologi pembaca adalah pembaca yang secara nyata membaca, menghayati, dan menginterprestasikan karya sastra. Sebagai manusia yang memiliki aspek kejiwaan maka ketika membaca, menghayati, dan menginterprestasikan karya sastra yang dibacanya, pembaca akan mengadakan interaksi dan dialog dengan karya sastra yang dibacanya. Karena memiliki jiwa dengan berbagai rupa emosi dan rasa, maka ketika membaca sebuah novel atau menonton sebuah pementasan drama, kita ikut bersedih, gembira, jengkel, bahkan juga menangis karena tersentuh oleh pengalaman tokoh-tokoh fiktif. Seperti di kemukakan oleh Iser (1979) bahwa suatu karya sastra akan menimbulkan kesan tertentu pada pembaca. Kesan ini di dapat melalui “hakikat” yang ada pada karya itu yang dibaca oleh pembacanya. Dalam proses ini akan ada interaksi antara hakikat karya itu dengan “teks luar” yang mungkin memberikan kaidah yang berbeda. Bahkan dapat dikatakan bahwa kaidah dan nilai “teks luar” akan menentukan kesan yang akan muncul pada seseorang sewaktu membaca sebuah teks, karena fenomena ini akan memnentukan imajinasi pembaca dalam membaca teks itu.
3)     
23
 
Psikologi penokohan
Tokoh tidak kalah menarik dalam studi psikologi sastra.Tokoh adalah figur yang dikenal dan sekaligus mengenai tindakan psikologis. Dia adalah “eksekutor” dalam sastra. Jutaan rasa akan hadir lewat tokoh. Saya menyatakan jutaan rasa, Karena aspek psikologis ini tak terbatas. Meskipun Ki Ageng Suryamentara (Suastika,2000) mengemukakan aneka rasa psikis, seperti rasa unggul,rasa takut,abadi,sama, sebenarmya lebih dari itu. Titik rasa itu bahkan ada yang dipengaruhi oleh kramadangan (keakuan). Karena itu mempelajari tokoh, memang akan mampu menelusiri jejak psikologisnya. Tokoh kadang-kadang juga representasi psikis pengarangnya. Pembaca dapat memahami alur psikis pengarang. Penelitian tokoh memang bagian dari aspek intrinsik (struktur) sastra. Namun, penelitian tokoh yang bernuansa psikis akan berpijak pada psikologi sastra. Gabungan psikologisastra dan struktur pun juga sah dalam studi sastra.
24
 
 
            Sastra dalam pandangan psikologi sastra adalah cermin sikap dan perilaku manusia. Sikap dan perilaku hakikatnya adalah pantulan jiwa. Jiwa yang khayal, akan dapat dimonitor lewat sikap dan perilaku. Peristiwa kejiwaan ketika menggerutu, meratap, melamun, menangis, menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan, berteriak histeris, membanting pintu dan menutup diri seharian di dalam kamar, mencabik-cabik baju, meremas kertas, duduk berkhayal dan membunuh diri serta melukai orang lain, dan lain-lain, merupakan wujud perilaku eksternal yang tak dapat dirubah karena sudah terlanjur terungkap dan merupakan fakta empiris.
            Data empiris itu hidup dalam jiwa pengarang. Pengarang sering mengotak-atik data empiris itu menjadi data imajiner. Pada tataran fakta empiris inilah diletakkan studi psikologi sebelum sampai pada tataran mental state, atau keadaan jiwa penanggung gejala jiwa tertentu. Pada tataran tersebut, apa yang dialami manusia, dirasakan diinternalisasi, dan dihayati sepenuh hati merupakan peta jiwa. Peta jiwa dapat terang dan buram, tergantung suasana yang membangun. Tugas peneliti psikologi sastra adalah menemukan metafisik di balik data empiris tersebut. Inilah yang disebut pencarian titik temu sastra dan psikologi.
            Menurut Siswantoro (2004:31-35), Secara kategori, sastra berbeda dengan psikologi sebab sebagaimana sudah kita pahami sastra berhubungan dengan dunia fiksi, drama, puisi, esai yang dijkasifikasikan ke dalam seni (art), sedangkan psikologi merujuk kepada studi ilmiah tentang perilaku manusia dan proses mental. Meski keduanya berbeda, tetapi memiliki titik temu atau kesamaan, yakni keduanya berangkat dari manusia dan kehidupan sebagai sumber penelitian. Bicara tentang manusia, psikologi jelas terlibat erat karena psikologi mempelajari perilaku. Perilaku manusia tidak lepas dari dari aspek kehidupan yang membungkusnya dan mewarnai perilakunya. Pendapat ini memberikan pemahaman luas bahwa penelitian sastra membutuhkan cara pandang pemahaman luas bahwa penelitian sastra membutuhkan cara pandang psikologi sastra.

BAB III

 Penutup


A.    Simpulan

25
 
25
 
21
 
Psikologi dan sastra sangat erat hubungannya, karena sama-sama berguna untuk sarana mempelajari keadaan jiwa orang lain. Perbedaannya terletak pada gejala kejiwaan yang ada. Dalam karya sastra adalah gejala-gejala kejiwaan dari manusia-manusia imajiner, sedangkan dalam psikologi adalah manusia-manusia rill atau nyata. Namun keduanya dapat saling melengkapi dan saling mengisi untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap kejiwaan manusia, berdasarkan teori-teori yang ada dalam psikologi sastra. Dapat disimpulkan  bahwa sastra bisa dijadikan objek penelitian kejiwaan dan dapat membantu psikolog atau sastrawan dalam melakukan sebuah penelitian psikologi sastra.
B.    
26
 
Saran
Penulisan makalah mengenai ‘Psikologi Sastra’ ini masih jauh dari kesempurnaan dan memilki kekurangan, baik dari segi teori-teori tentang psikologi, kajian atau pembahasan serta kata-kata yang digunakan didalamnya. Kami sebagai penulis mengharap para pembaca untuk lebih menganalisis atau mengkaji materi mengenai psikologi ini.









DAFTAR  PUSTAKA

Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media Presindo.
Komala, Nurul. 2013. Tokoh-Tokoh Analisis Dalam Karya Sastra.  (online).
(http://Nurulkomala48.blogspot.com, diunduh tanggal 11 September   2014).
                                                                                                           
Mahayana, Maman S. 2005. Jawaban Sastra Indonesia. Jakarta: Bening Publishing.
Nurjanah, Rahma. 2012. Makalah Psikologi Sastra. (Online). (Http://
rachmanjanah.blogspot.com, diunduh tanggal 12 September 2014).
Nurwahyuni. 2011. Psikologi Sastra. (Online). (http://Oeniwahyuni.wordpress.com,          
diunduh  tanggal 11 Sepetember 2014).

Tarigan, Henry Guntur. 1995. Dasar-Dasar Psikosastra. Bandung. Angkasa.
Teguh, Wirwan. 2009. Analisis Psikologi Sastra Dalam Roman Larasati. (online).
(http://teguhwirwan.blogspot.com/2009/08/metode-psikologi-sastra-dalam-roman-larasati-karya-pramoedya-ananta-toer. html, dikunjungi 11 september 2014).

Samier, Arianto. 2010. Psikologi Sastra. (Online). (Http://sobatbaru.bligspot.com,
diunduh tanggal 11 September 2014).

27
 
27
 
Wellek,  Rene Dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraaan. Jakarta: PT     Gramedia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar