Psikologi Sastra
Diajukan sebagai Suatu Syarat dalam
Memenuhi Tugas
KAJIAN
PROSA
Dosen
Pengampu Dr. H.Martono
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
oleh
Afriyanti F1011131055
Rudi
Hartono F1011131023
Fransiska F1011131049
Risky
Septiani F1011131069
Adip
Darma F1011131051

FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa karena berkat kasih dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul ”Psikologi Sastra” tepat waktu. Makalah ini diajukan sebagai satu
syarat untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah kajian prosa. Dalam pembuatan makalah ini
kami mendapatkan bantuan berupa materi dan informasi dari beberapa pihak. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada Dr.
H. Martono, selaku dosen
pengampu
mata kuliah kajian prosa yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah
ini, dan teman-teman sekelas yang telah memberikan informasi mengenai tugas
kelompok ini.
Kami
telah berusaha sebaik mungkin dalam menyelesaikan makalah ini. Apabila masih
terdapat kekurangan, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
kesempurnaan makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, untuk menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan, serta mempermudah dalam memahami materi yang ada dalam makalah
ini.
Pontianak, 15
September 2014
Tim Penulis,
Kelompok 4
|
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR
ISI
ii
Bab I Pendahuluan
1
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
2
C. Tujuan
2
Bab II Kajian
Teori
3
A. Asal-Usul Psikologi Sastra
3
B. Pengertian Psikologi Sastra
5
C. Hubungan Antara Psikologi Dan Sastra
8
D. Teori Penelitian Psikologi Sastra
9
E. Tokoh Psikologi Sastra dan Konsepnya
16
F. Kajian Psikologi Sastra
21
Bab III Penutup
25
A. Simpulan
25
B. Saran
26
DAFTAR PUSTAKA
27
|
BAB
I
Pendahuluan
A. Latar
belakang
Secara singkat dapat dikatakan bahwa sastra adalah
pembayangan atau pelukisan kehidupan dan pikiran imajinatif ke dalam
bentuk-bentuk dan struktur bahasa. Sastra adalah bagian dari budaya dan
kehidupan kita sebagai manusia. Ada hal-hal atau peristiwa yang hanya sekali
kita alami dalam kehidupan ini, tetapi ada pula peristiwa yang selalu atau
berulang-ulang kita alami. Sastra merupakan satu diantara cabang ilmu
pengetahuan yang memiliki metode keabsahan dan keilmiahannya, hanya saja
terdapat perbedaan di dalammya. Metode-metode yang terdapat dalam ilmu budaya
tidak selalu sama dengan metode-metode ilmu alam. Pada dasarnya, ilmu alam
mempelajari fakta-fakta yang berulang, sedangkan sejarah mempelajari
fakta-fakta yang silih berganti, karena studi sastra adalah suatu studi yang
terus berkembang.
|
|
B. Rumusan
masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat disimpulkan
berdasarkan latar belakang di atas yaitu:
1. Apa
yang dimaksud dengan psikologi sastra?
2. Apa
hubungan antara psikologi dan sastra?
3. Jelaskan
teori-teori psikologi sastra?
4. Siapa
saja tokoh pencetus psikologi sastra dan kosepnya?
5. Apa
saja kajian psikologi sastra dan psikoanalisis sastra?
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu penulis
sangat berharap makalah ini dapat menjadi referensi bagi kita sebagai mahasiswa
maupun pembaca lainya, agar lebih mengetahui dan memahami tentang psikologi
sastra.
BAB
II
Kajian
Teori
A. Asal-Usul
Psikologi Sastra
Disadari atau tidak, dunia penelitian pesikologi
sastra awal adalah teori Freud. Meskipun tidak harus dinyatakan dia sebagai
pencetus teori, namun perkembangan berikutnya memang agak tersendat. Teori
psikoananalisis Freud yang banyak
mengilhami para pemerhati psikologi sastra. Dia membedakan kepribadian menjadi
tiga macam yaitu id, ego dan super ego. Ketiga ranah psikologi ini tampaknya menjadi dasar
pijakan penelitian psikologi sastra.
|
|
Tanpa kehadiran psikologi sastra dengan berbagai
acuan kejiwaan, kemungkinan pemahaman sastra akan timpang. Kecerdasan sastrawan yang sering melampaui
batas kewajaran mungkin bisa dideteksi
lewat psikologi sastra. Itulah sebabnya pemunculan psikologi yang masih terseok-seok ini perlu mendapat
sambutan . Paling tidak sisi lain dari sastra akan terpahami secara
proporsional dengan penelitian psikologi sastra. Apakah sastra itu sebuah
lamunan, impian, dorongan seks, dan
seterusnya dapat dipahami ilmu yang satu ini.
B.
|
Walgito
(2004:l) menjelaskan bahwa, ditinjau dari segi bahasa, psikologi
berasal dari kata psyche yang berati Jiwa'dan logos berarti 'ilmu' atau
'ilmu pengetahuan', karena itu psikologis sering diartikan
dengan ilrnu pengetahuan tentang jiwa. psikologi merupakan
ilmu yang mempelajari dan menyelidiki aktivitas dan tingkah
laku manusia. Aktivitas dan tingkah laku tersebut merupakan manifestasi
kehidupan jiwanya. Jadi, jiwa manusia terdiri dari dua alam, yaitu
alam sadar (kesadaran) dan alam tak sadar (ketidaksadaran).
Kedua alam tidak hanya saling menyesuaikan, alam sadar
menyesuaikan terhadap dunia luar, sedangkan alam tak sadar
penyesuaiannya terhadap dunia dalam. Jadi psikologi dapat diartikan
sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa yang mencakup
segala aktivitas dan tingkah laku manusia.
Psikologi
sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas
kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta rasa, dan karsa dalam
berkarya. Pembaca dalam menanggapi karya tidak lepas dari kejiwaan
masing-masing. Psikologi sastra juga mengenal karya sastra
sebagai pantulan kejiwaan. Pengarang akan menangkap gejala jiwa,
kemudian diolah ke dalam teks dan dilengkapi dengan
kejiwaannya. Proyeksi pengalaman sendiri dan pengalaman hidup di
sekitar pengarang akan terproyeksi secara imajiner ke dalam teks
|
Istilah
"psikologi sastra" mempunyai empat kemungkinan pengertian.Pertama,
studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Kedua,
studi proses kreatif. Ketiga, studi dan tipe dan hukum-hukum
psikologi yang diterapkan pada karya sastra dan yang keempat,
mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca).
Pada penelitian ini pengertian yang ketigalah yang digunakan untuk
menganalisis karya sastra (Rene wellek dan Austin Waren terjemahan Melani
Budianta, 1989: 90).
Asumsi
dasar penelitian psikologi sastra antara lain dipengaruhi oleh beberapa
hal. Pertama, adanya anggapan bahwa karya sastra merupakan
produk dari suatu kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berbeda
pada situasi setengah sadar atau subconscious self dan baru
dituangkan ke dalam bentuk secara sadar (conscious).
Antara sadar dan tak sadar selalu mewarnai dalam proses
imajinasi pengarang. Kekuatan karya sastra dapat
dilihat seberapa jauh pengarang mampu mengungkapkan ekspresi kejiwaan
yang tidak sadar itu ke dalam sebuah cipta sastra.
|
Sastra
berbeda dengan psikologi, sebab sebagaimana sudah kita pahami sasta
berhubungan dengan dunia fiksi, drama, puisi, esai yang
diklasifikasikan ke dalam seni, sedang psikologi merujuk kepada
studi ilmiah tentang perilaku manusia dan proses mental. Meski
berbeda keduanya memiliki titik temu atau kesamaan yakni keduanya
berangkat dari manusia dan kehidupan sebagai sumber kejadian.
Bicara tentang manusia, psikologi jelas terlibat erat, karena psikologi
mempelajari perilaku-perilaku manusia tidak lepas dari aspek kehidupan yang
membungkusnya dan mewamai perilakunya (Siswantoro, 2005:29).
Penelitian
psikologi sastra memang memiliki landasan pijak yang kokoh.
Karena, baik sastra maupun psikologi sama-sama mempelajari
|
C. Hubungan
antara Psikologi dan Sastra
Ada tiga cara yang bisa kita lakukan untuk memahami
hubungan antara psikologi dan
sastra, yaitu (a)
memahami unsur-unsur kejiwaan
sang pengarang sebagai
penulis, (b) memahami
unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh
fiksional yang ada pada karya sastra,
(c) memahami unsur-unsur
kejiwaan sang pembaca.
Berdasarkan penelitian ini cara yang
digunakan untuk menghubungkan psikologi
dengan sastra adalah
memahami unsur-unsur kejiwaan
tokoh-tokoh fiksional pada karya sastra.
Menganalisis
tokoh dalam karya
sastra dan perwatakannya
seorang pengkaji sastra harus
berdasarkan teori dan
hukum-hukum psikologi yang menjelaskan tentang perilaku dan
karakter manusia tersebut. Teori
psikologi yang sering digunakan dalam
melakukan penelitian sebuah
karya sastra adalah
psikoanalisis yang dikemukakan oleh Sigmun Freud.
Hubungan antara psikologi dan sastra atau antara
gejala-gejala kejiwaan dan sastrawan, baik yang mendahuluinya maupun yang
kemudian terungkapkan dalam karyanya seolah-olah dikukuhkan penemuan psikoanalisis,
Sigmund Freud (1856-1939). Bersamaan dengan itu, C.G. Jung (1875-1961) lewat
psikologi dalam hubungannya dengan sastra. Baginya, arketipe adalah imaji asli
dari ketidaksadaran, penjelmaan yang turun temurun sejak zaman purba. Penyair
adalah manusia kolektif, pembawa, pembentuk dan pembina dari jiwa manusia yang
aktif secara tak sadar.
|
D. Teori
Penelitian Psikologi Sastra
1. Teori
Dasar Psikologi Sastra
Psikologi sastra memandang bahwa sastra merupakan
hasil kreativitas pengarang menggunakan media bahasa, yang diabdikan untuk
kepentingan estetis. Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang
pengarang, yang berarti di dalamnya ternuansakan suasana kejiwaan sang
pengarang, baik suasana pikir maupun suasana rasa (emosi). Pengalaman kejiwaan
sang pengarang yang semula terendap dalam jiwa, telah beralih ke dalam karya
sastra yang diciptakannya. Karya sastra dapat didekati dengan menggunakan
pendekatan psikologi. Sastra dan psikologi terlalu dekat hubungannya. Meskipun
sastrawan jarang berpikir secara psikologis, namun karyanya tetap bisa
bernuansa kejiwaan.
|
Psikologi dan karya sastra memiliki hubungan
fungsional, yakni sama-sama berguna untuk sarana mempelajari keadaan kejiwaan
orang lain. Hanya perbedaannya, gejala-gejala kejiwaan yang ada dalam karya
sastra adalah gejala-gejala kejiwaan dari manusia-manusia imajiner, sedangkan
dalam psikologi adalah manusia-manusia rill. Namun keduanya, dapat saling
melengkapi dan saling mengisi untuk memperoleh pemahaman lebih mendalam
terhadap kejiwaan manusia.
Akhirnya, dapat dikatakan bahwa sastra sebenarnya
dapat dijadikan objjek penelitian kejiwaan. Sastra dapat membantu psikologi
atau pun sebaliknya. Belajar kejiwaan dari sastra mungkin jauh lebih intens
disbanding dalam dunia nyata. Lebih dari itu, sastra akan menawarkan sejumlah
rekaan manusia. Psikologi juga akan menawarkan sederet kejiwaan manusia. Titik
ketemu keduanya dapat digabung menjadi psikologi sastra. Melalui psikologi
sastra, misteri di antara dua disiplin ini dapat terjawab.
2.
Teori Konvergensi
|
a. Teori
Psikobudaya
Sastra dan
psikologi tampaknya seperti berbeda jauh. Namun, jika dicermati, sesungguhnya
keduanya mirip dalam esensi penelitian, yakni manusia. Esensi penelitian
psikologi terfokus pada manusia dalam dunia nyata, sedangkan sastra terfokus
pada manusia dalam dunia khayal.
Pemahaman
manusia dalam sastra, akan lengkap apabila ditunjang oleh psikologi, begitu
juga sebaliknya. Hal ini berarti bahwa teori penelitian psikologi sastra jelas
berupa konvergensi antara teori sastra dan teori psikologi. Meskipun teori yang
ditawarkan berupa gabungan, namun yang paling dominan seharusnya teori sastra.
Maksudnya, prioritas utama kerangka penelitian adalah teori sastra, bukan teori
psikologi. Lebih dari itu, penelitian supaya tetap berada pada koridor sastra.
Langkah
pemahaman teori psikologi sastra tersebut, dapat melalui tiga cara, pertama, melalui pemahaman teori-teori
psikologi kemudian diadakan analisis terhadap suatu karya sastra. Kedua, dengan terlebih dahulu menentukan sebuah karya
sastra sebagai objek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori psikologi yang dianggap relevan untuk
melakukan analisis. Ketiga, berjalan bersama antara menemukan teori dan
objek penelitian (sastra).teori konvergensi di atas harus dibangun dalam bentuk
konstruk analisis yang memadai. Konstruk akan menjadi arahan penelitian
konversi psikologi dan sastra yang handal. Konstruk ini bukan sekadar
komplikasi teori, melainkan mengakrabkan teori psikologi dan sastra. Teori yang
dibangun tidak lagi berdiri sendiri, tetapi campuran yang halus. Kemapanan
membangun konstruk analisis sebenarnya sudah setengah berhasil dalam
penelitian.
|
b. Teori
Psikomimesis
Psikologi dan
sastra yang dibangun halus esensinya merupakan sebuah penelitian mimesis.
Mimesis adalah tiruan. Tiruan jiwa adalah pergolakan jiwa secara sistematis.
Penelitian akan memasuki wilayah mimesis ini secara hati-hati. Mimesis tidak
hanya terjadi pada hal-hal fisik, namun juga terkait nonfisik termasuk
kejiwaan.maksudnya, jiwa akan ditiru gerak-gerik atau getarannya dalam sastra.
Teori mimesis
yang dibangun bisa amat bervariasi. Dari berbagai sisi, mimesis dapat hadir
dalam sastra. Oleh karena itu, menarik untuk disimak gagasan Daiches (Ratna,
2004:348) bahwa prinsip-prinsip psikologi dimanfaatkan dalam analisis karya
sastra melalui tiga cara, yaitu (a) melalui pengarang, (b) melalui semestaan
tokoh-tokoh, dan (c) melalui citra arketipe. Cara yang pertama di sebut kritik
ekspresif sebab melukiskan eksistensi subjek kreator sebagai subjek individual,
khususnya kaitan antara sikap pengarang dan karya yang dihasilkannya. Cara yang
kedua disebut sebagai kritik objektif dengan memusatkan perhatian pada psikologi
tokoh-tokoh, khususnya manifestasi karakterisasi sebagai representasi
karakterologi. Cara yang ketiga disebut kritik arketipe sebab analisis
dipusatkan pada genesis psikologis, khususnya mengenai eksistensi ketaksadaran
kolektif.
|
c. Teori
Psikobiografis
Biografi adalah kisah pengarang. Kehidupan pengarang
amat menentukan kondisi sastra. Maka, tugas peneliti adalah memahami latar belakang
pengarang secara komprehensif. Aspek budaya, sosial, lingkungan, dan sebagainya
akan disorot secara tajam. Memang batas biografi ini perlu dipahami, yakni
sejak kapan telah memahami kunci-kunci estetis. Sejak kapan pula seorang
pengarang telah berkarya.konteks historis pribadi ini harus dilacak sedemikian
rupa.
|
Studi psikologis dapat mengungkap aspek biografis
pengarang secara proporsional. Tentu penekanan biografis tetap pada gejala
psikis. Tumpuan akhir dari sebuah penelitian adalah menemukan relevansi
biografis dalam kandungan nilai dalam sastra. Aspek-aspek biografis, apakah
akan menciptakan ide baru atau tidak, tergantung kemampuan peneliti
mengungkapnya. Beberapa sastrawan yang pernah mengenyam dunia jeruji besi,
tentu mengalami dentuman psikologis yang khusus. Pada tataran ini, peneliti
psikologi sastra perlu memanfaatkan biografis dari waktu ke waktu.
3.
Teori Psikotekstual
Psikotekstual
adalah teori psikologi sastra dari aspek teks. Teks menjadi tumpuan utama.
Penelitian teks tidak hanya membedah sastra sebagai struktur, tetapi juga unsur
pembentuk sastra itu. Gagasan ini sebenarnya mengisyaratkan bahwa teks sastra
boleh dibaca dalam sekian hal. Termasuk di dalamnya membaca teks secara
psikologis.
Barthes (Suwonndo, 2003:77) menekankan studi sastra
hendaknya mengikuti lima kode. Yaitu aksi, teka-teki. Budaya, konotasi, dan
symbol. Kode-kode ini memang tidak langsung merujuk pada konsep tekstual
psikologi sastra. Meskipun demikian, psikologi sastra pun sebenarnya tak bisa
lepas dari penelitian kode tersebut.
|
Kehadiran
penelitian tekstualini bermula dari munculnya rasa tidak puas dari sekelompok
pengkaji sastra terhadap pendekatan ekspresif dan reseptif pragmatis yang telah
ada. Dengan kondisi ini, pendekatan ekspresif dan pendekatan reseptif pragmatis
yang tersisih dan nyaris hilang karena tergeser oleh kepopuleran pendekatan
tekstual, kembali terangkat dalam percaturan studi psikologi sastra dan
mendapatkan kedudukan yang proporsional, sejajar dengan pendekatan tekstual.
Pendekatan
tekstual adalah satu di antara pendekatan dalam studi psikologi sastra. Pada
mulanya pendekatan tekstual hanya bertumpu pada pendekatan psikologi dalam,
yang dikembangkan oleh Sigmund Freud, C. Gustav Jung, dan kawan-kawannya.
Penelitian
tekstual merupakan penelitian yang berkutat pada tokoh. Beberapa teori analisis
bisa digunakan dalam studi teks ini. Yang penting, penelitian dengan teori
tekstual lepas dari hal ihwal di balik latar belakang psikologis pengarang.
Tekstual juga memperhatikan konteks pembaca. Meskipun sering kali ada
analogi-analogi, tetapi paparan tetap tercurah pada karya sastra itu sendiri.
Sorotan masalah tokoh dipandang dari teori psikologi.
|
E.
Tokoh Psikologi Sastra
1. Sigmund
Freud
Tokoh yang dipandang sebagai pencetus ide psikologi sastra adalah Sigmund Freud
(1856-1939). Freud lahir pada tanggal 6 Mei 1856 di Freiberg, Moeavia. Dia
berasal dari keluarga Yahudi dan
terkenal dengan sebutan “Bapak Psikoanalisis”. Freud adalah seorang dokter yang selalu
mengemukakan pikirannya dalam bentuk ilmiah. Pada tahun 1895 Freud mulai
mengemukakan psikoanalisisnya. Ia semangkin fokus pada masalah psikologi tokoh, dengan
menganalogikan tokoh-tokoh dalam sastra
lewat hubungan dokter dan pasien.
Beberapa konsep dasar teori Freud adalah kesadaran
dan ketidaksadaran yang dianggap sebagai aspek kepribadian, insting dan kecemasan.
Menurut Freud kehidupan psikis mengandung dua bagian, yaitu kesadaran dan
ketidaksadaran. Freud menganalogikan kesadaran bagaikan permukaan gunung es
yang nampak, merupakan bagian kecil dari kepribadian, sedangkan bagian
ketidaksadaran Freud menganalogikan bahwa yang ada di bawah permukaan air
mengandung insting-insting yang mendorong semua perilaku manusia.
|
1) Psikologi
pengarang sebagai tipe dan individu,
2) Bagaimana
terjadinya suatu proses penciptaan karya sastra,
3) Sejauh
mana psikologi diterapkan dalam karya sastra dan
4) Pengaruh
karya sastra pada pembacanya.
Penyelidikan yang dapat dipandang sebagai bentuk
lain dari sastrawan atau teori mimpi Freud, sebenarnya bukan wilayah ilmu
sastra, tetapi termasuk ke dalam wilayah psikologi.
Konsep Freud mengenai ketidaksadaran, yaitu tingkah
laku manusia lebih banyak digerakkan oleh aspek-aspek tak sadar dalam dirinya.
Pembagian itu dikenal dengan struktur kepribadian, dan terdiri atas tiga unsur
yaitu (1) das es (the id), yaitu
aspek psikologi, (2) das ich (the ego),
yaitu aspek psikologis, (3) das ueber ich
(the super ego), yaitu aspek sosiologis.
|
2. Gestalt
Gestalt adalah ahli psikologi Gestalt yang cukup
dikenal. Menurut aliran Gestalt, jiwa manusia adalah keseluruhan yang
tersendiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Contohnya kepala manusia,
telinga dan lainnya. Pada strukturnya, masing-masing bagian dapat berfungsi
sebagaimana mestinya.
Bagian-bagian itu hanya bermakna dalam hubungan keseluruhan dan berpengaruh
terhadap tafsiran pembelajaran.
Prinsip
belajar Gestalt, yakni belajar dimulai dari suatu keseluruhan, keseluruhan
merupakan permulaan, kemudian menuju ke bagian-bagian dari hal-hal yang
kompleks ke hal-hal yang sederhana.
Psikologi gestalt didasari oleh pemikiran Kant
tentang teori nativistik yang mengatakan bahwa organisasi aktivitas mental
membuat individu berinteraksi dengan lingkungannya melalui cara-cara yang khas.
Sehingga tujuan psikologi gestalt adalah menyelidiki organisasi aktivitas
mental dan mengetahui secara tepat karakteristik interaksi manusia lingkungan.
Psikologi Gestalt diawali dan dikembangakan melalui tulisan-tulisan tiga tokoh
penting, yaitu Max Wertheimer, Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka. Hingga pada
tahun 1930, gerakan gestalt telah berhasil menggantikan model wundtian dalam
psikologi Jerman. Namun, keberhasilan gerakan tersebut tidak berlangsung lama
kerena munculnya hitlerisme. Sehingga para pemimpin gerakan tersebut hijrah ke
Amerika.
|
Memahami makna sebuah puisi haruslah didahului
dengan membaca puisi tersebut secara menyeluruh, agar memperoleh kesan yang
bulat dan padu. Jadi, dalam memparafrasakan puisi, tidak menganalisis kata per
kata, frasa per frasa, dan kalimat per kalimat. Namun, menganalisis keseluruhan
dari awal hingga akhir.
3. Skinner
Gagasan tokoh psikologi Skinner (behavior) terfokus
pada kondisonal manusia. Pendekatan behavior berpijak pada anggapan bahwa
kepribadian manusia adalah hasil bentukan dari lingkungan tempat ia berada.
Pendekatan behavioral mengabaikan faktor pembawaan manusia yang dibawa sejak lahir,
seperti perasaan, insting, kecerdasan,bakat dan lain-lain.
|
Untuk menghasilkan perilaku yang diharapkan, Skinner
memberikan prinsip pembentukan stimulus, yaitu positif, ajeg dan berjarak.
Positif, karena stimulus yang bersifat negatife sering menimbulkan perilaku
yang kurang baik, seperti hukuman. Dengan hukuman, seseorang menjadi pendendam
atau berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan hanya karena takut. Ajeg,
karena stimulus yang tidak diberikan secara ajeg, tidak dapat berfungsi secara
optimal dan cenderung membuat orang kebal terhadap stimulus. Berjarak, dalam
stimulus yang diberikan harus dirancang secra tepat pada jarak pemberiannya
agar lebih efektif.
Menurut
Endraswara (2008:58) konsepsi psikologi behavioral tetap jitu untuk memahami
tokoh dalam sastra. Jika dalam dunia riil stimulus respon itu masih murni, maka
dalam sastra telah lewat imajinasi sastrawan. Meskipun keduanya memilki wilayah
yang berbeda, tetapi tetap menarik dikaji karena unsur tokoh yang akan
membangun suasana sastra.
4. Coleridge
|
Pandangan
James Beattie tentang fenomena psikologi sastra sebagai berikut:
1) unsur-unsur
partikel pikiran,
2) gerakan
dan kombinasi bagian-bagian organisme,
3) hukum-hukum
penampilan asosiatif dan
4) masalah
pertimbangan desain artistik.
Dari empat pandangan alamiah dan dan sastra di atas,
peneliti dapat leluasa masuk ke dalam wilayah psikologi sastra. Intersivitas
penggunaan unsur kejiwaan sebenarnya sejalan dengan peran unsur-unsur organik.
Setiap unsur akan menjadi wahana jiwa, karena jiwa merupakan penerang. Meskipun dalam sastra ditampilkan dengan
asosiasi dan imajinasi kritits.
F. Kajian
Psikologi Sastra
1) Psikologi
Pengarang
Psikologi pengarang merupakan salah satu wilayah
psikologi kesenian yang membahas aspek kejiwaan pengarang sebagai suatu tipe
maupun sebagai seorang pribadi (wellek & Werren, 1990:90). Dalam kajian ini
yang menjadi fokus aspek kejiwaan pengarang yang memiliki hubungan dengan
proses lahirnya karya sastra. Seperti dikemukakan oleh Hardjana (1984:62)
kajian yang berhubungan dengan “keadaan jiwa” sebagai sumber ciptaan puisi yang
baik telah dikemukakan oleh Wordsworth,seorang penyair romantik Inggris pada
awal abad sembilanbelas. Wordswort mengatakan sebagai berikut.
|
Wordsworth menjelaskan bahwa “keadaan jiwa” dengan
psikologi khususnya, akan melahirkan pengungkapan bahasa puisi yang khusus.
Pendirian Wordswort mengenai proses penciptaan puisi yang di katakan sebagai
pengungkapan alamiah dari perasaan-perasaan yang meluap-luap, dari getaran hati
yang berkembang dalam kesyaduan,juga menunjukkan adanya hubungan antara aspek
psikologi dalam proses penciptaan puisi (Hardjana, 1984:62).
2) Psikologi
Pembaca
Psikologi pembaca merupakan satu jenis kajian
psikologi yang memfokuskan pada pembaca, yaitu ketika membaca dan
menginterprestasikan karya sastra mengalami berbagai situasi kejiwaan. Yang
menjadi objek kajian dalam psikologi pembaca adalah pembaca yang secara nyata
membaca, menghayati, dan menginterprestasikan karya sastra. Sebagai manusia
yang memiliki aspek kejiwaan maka ketika membaca, menghayati, dan menginterprestasikan
karya sastra yang dibacanya, pembaca akan mengadakan interaksi dan dialog
dengan karya sastra yang dibacanya. Karena memiliki jiwa dengan berbagai rupa
emosi dan rasa, maka ketika membaca sebuah novel atau menonton sebuah
pementasan drama, kita ikut bersedih, gembira, jengkel, bahkan juga menangis
karena tersentuh oleh pengalaman tokoh-tokoh fiktif. Seperti di kemukakan oleh
Iser (1979) bahwa suatu karya sastra akan menimbulkan kesan tertentu pada
pembaca. Kesan ini di dapat melalui “hakikat” yang ada pada karya itu yang
dibaca oleh pembacanya. Dalam proses ini akan ada interaksi antara hakikat
karya itu dengan “teks luar” yang mungkin memberikan kaidah yang berbeda.
Bahkan dapat dikatakan bahwa kaidah dan nilai “teks luar” akan menentukan kesan
yang akan muncul pada seseorang sewaktu membaca sebuah teks, karena fenomena
ini akan memnentukan imajinasi pembaca dalam membaca teks itu.
3)
|
Tokoh tidak kalah menarik dalam studi psikologi
sastra.Tokoh adalah figur yang dikenal dan sekaligus mengenai tindakan
psikologis. Dia adalah “eksekutor” dalam sastra. Jutaan rasa akan hadir lewat
tokoh. Saya menyatakan jutaan rasa, Karena aspek psikologis ini tak terbatas.
Meskipun Ki Ageng Suryamentara (Suastika,2000) mengemukakan aneka rasa psikis,
seperti rasa unggul,rasa takut,abadi,sama, sebenarmya lebih dari itu. Titik
rasa itu bahkan ada yang dipengaruhi oleh kramadangan
(keakuan). Karena itu mempelajari tokoh, memang akan mampu menelusiri jejak
psikologisnya. Tokoh kadang-kadang juga representasi psikis pengarangnya.
Pembaca dapat memahami alur psikis pengarang. Penelitian tokoh memang bagian
dari aspek intrinsik (struktur) sastra. Namun, penelitian tokoh yang bernuansa
psikis akan berpijak pada psikologi sastra. Gabungan psikologisastra dan
struktur pun juga sah dalam studi sastra.
|
Sastra dalam pandangan psikologi
sastra adalah cermin sikap dan perilaku manusia. Sikap dan perilaku hakikatnya
adalah pantulan jiwa. Jiwa yang khayal, akan dapat dimonitor lewat sikap dan perilaku.
Peristiwa kejiwaan ketika menggerutu, meratap, melamun, menangis, menghindari
kenyataan yang tidak menyenangkan, berteriak histeris, membanting pintu dan
menutup diri seharian di dalam kamar, mencabik-cabik baju, meremas kertas,
duduk berkhayal dan membunuh diri serta melukai orang lain, dan lain-lain,
merupakan wujud perilaku eksternal yang tak dapat dirubah karena sudah
terlanjur terungkap dan merupakan fakta empiris.
Data empiris itu hidup dalam jiwa
pengarang. Pengarang sering mengotak-atik data empiris itu menjadi data
imajiner. Pada tataran fakta empiris inilah diletakkan studi psikologi sebelum
sampai pada tataran mental state, atau
keadaan jiwa penanggung gejala jiwa tertentu. Pada tataran tersebut, apa yang
dialami manusia, dirasakan diinternalisasi, dan dihayati sepenuh hati merupakan
peta jiwa. Peta jiwa dapat terang dan buram, tergantung suasana yang membangun.
Tugas peneliti psikologi sastra adalah menemukan metafisik di balik data
empiris tersebut. Inilah yang disebut pencarian titik temu sastra dan
psikologi.
Menurut Siswantoro (2004:31-35),
Secara kategori, sastra berbeda dengan psikologi sebab sebagaimana sudah kita
pahami sastra berhubungan dengan dunia fiksi, drama, puisi, esai yang
dijkasifikasikan ke dalam seni (art),
sedangkan psikologi merujuk kepada studi ilmiah tentang perilaku manusia dan
proses mental. Meski keduanya berbeda, tetapi memiliki titik temu atau
kesamaan, yakni keduanya berangkat dari manusia dan kehidupan sebagai sumber
penelitian. Bicara tentang manusia, psikologi jelas terlibat erat karena
psikologi mempelajari perilaku. Perilaku manusia tidak lepas dari dari aspek
kehidupan yang membungkusnya dan mewarnai perilakunya. Pendapat ini memberikan
pemahaman luas bahwa penelitian sastra membutuhkan cara pandang pemahaman luas
bahwa penelitian sastra membutuhkan cara pandang psikologi sastra.
BAB III
Penutup
A. Simpulan
|
|
|
B.
|
Penulisan
makalah mengenai ‘Psikologi Sastra’ ini masih jauh dari kesempurnaan dan
memilki kekurangan, baik dari segi teori-teori tentang psikologi, kajian atau
pembahasan serta kata-kata yang digunakan didalamnya. Kami sebagai penulis
mengharap para pembaca untuk lebih menganalisis atau mengkaji materi mengenai
psikologi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Endraswara,
Suwardi. 2008. Metode Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Media Presindo.
Komala, Nurul. 2013. Tokoh-Tokoh Analisis Dalam Karya Sastra. (online).
Mahayana,
Maman S. 2005. Jawaban Sastra Indonesia.
Jakarta: Bening Publishing.
Nurjanah, Rahma. 2012. Makalah Psikologi Sastra. (Online).
(Http://
rachmanjanah.blogspot.com, diunduh
tanggal 12 September 2014).
diunduh tanggal 11 Sepetember 2014).
Tarigan,
Henry Guntur. 1995. Dasar-Dasar Psikosastra.
Bandung. Angkasa.
Teguh,
Wirwan. 2009. Analisis Psikologi Sastra
Dalam Roman Larasati. (online).
(http://teguhwirwan.blogspot.com/2009/08/metode-psikologi-sastra-dalam-roman-larasati-karya-pramoedya-ananta-toer.
html, dikunjungi 11 september 2014).
diunduh tanggal 11 September
2014).
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar