Nama :
Afriyanti
Nim :
F1011131055
Kelas :
II A
Prodi :
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
analisis gaya bahasa cerita "anak bajang mengiring
angin"
Pembahasan
A. Gaya
Bahasa
Adapun gaya bahasa yang digunakan dalam cerita “ Anak
Bajang Mengiring Angin” karya Sindhunata pada halaman 175 sampai 193, yaitu :
1. Gaya
bahasa yang ada dalam cerita “Anak Bajang Mengiring Angin” karya Sindhunata
menggunakan gaya bahasa kiasan, yaitu gaya bahasa persaman atau smile. Gaya
bahasa persamaan atau smile adalah gaya bahasa yang digunakan untuk
membandingkan sesuatu hal secara eksplisit. Gaya bahasa ini dicirikan dengan
penguatan kata-kata, seperti : lakasan, seperti, bagai atau bagaikan, kayak,
seolah, dan semacam. Adapun beberapa kalimat dalam cerita “Anak Bajang
Mengiring Angin” yang menggunakan gaya bahasa persaman atau smile, adalah:
1) “laksana
terbakar keindahan Negeri Alengka karena matahari tak mau surut dari peredarannya.”
2) “cahaya
permata berlian iu bagaikan terang yang merebut sinar-sinar bintang dan bulan.”
3) “matanya
merah darah bagaikan hati mega yang marah.”
4) “giginya
laksana kilat yang meringgis, memancarkan sinar yang menyilaukan mata.”
5) “gadanya
seperti mau jatuh, meremukkan negeri alengka.”
6) “mahkotanya
yang tersusun tiga tergeleng-geleng, bagaikan istana beraja serigala yang lapar
akan kekuasaan dewa.”
7) “kebijakan
adiknya yang tampan ini memang bagaikan rembulan.”
8) “mengapakah
bunga rangin di alenka seperti tuli terhadap angin?”
9) “amarah
arwana sudah membara bagaikan api.”
10) “ia
sudah terlepas dari badannya, yang bagaikan gunung memenjarakan jiwanya.”
11) ”busananya
yang indah gemerlapan menambah kekejaman nafsunya.”
2. Gaya
bahasa ke dua yang digunakan oleh Sindhunata dalam cerita “Anak Bajang
Mengiring Angin” adalah gaya bahasa personifikasi atau prosopopoeia.
Personifikasi atau prosopopoeia adalah semacam gaya bahasa kiasan yang
menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa
seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. (keraf, 2009: 140). Beberapa
kalimat dalam cerita ini yang menggunakan gaya bahasa personifikasi adalah:
1) “gapuranya
yang keemas-emasan bagai berubah menjadi pintu
yang menjilat-jilat dengan api.”
2)
“laksana terbakar keindahan Negeri
Alengka karena matahari tak mau surut
dari peredarannya.”
3) “apa
artinya kumbang-kumbang yang diam tak
mendengung meski ia sudah haus akan madu-madu bunga sirih?”
4)
“alam tetap membisu dalam kekeringannya. Tiada angin menembus mega-mega, sampai jatuh hujan-hujannya. Sunyi senyap
lambaian pohon-pohon beringin, langit
merah merengut kesegarannya. Seribu
kembang kenanga layu bercucuran air matanya.”
5) “malam menangis panjang.”
6)
“masa lampau bersandar di tebing-tebing jurang kehancuran”
7) “gelombangnya merayap setinggi gunung,
lalu menghempaskan wibisana ke tengah samudra.”
8)
”dengkuran guntur dari bukit
penglebur gangsa memecah kesunyian
langit.”
9)
“ia sudah terlepas dari badannya,
yang bagaikan gunung memenjarakan
jiwanya.”
10) “mata
wanita tua itu berkaca-kaca, hatinya
membaca duka yang akan tiba.”
3. Gaya
bahasa ke tiga yang digunakan oleh Sindhunata dalam cerita “ Anak Bajang
Mengiring Angin” adalah aliterasi. Aliterasi adalah satu diantara gaya bahasa
retoris, semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama.
Beberapa kalimat yang menggunakan gaya bahasa aliterasi, yaitu:
1) “ada
permata-permata berlian sebesar buah
waluh.”
2) “cahaya
permata berlian iu bagaikan terang yang merebut sinar-sinar bintang dan bulan.”
3) “rambutnya
menjadi gelombang-gelombang api.”
4) “apa
artinya kumbang-kumbang yang diam tak
mendengung meski ia sudah haus akan madu-madu
bunga sirih?”
5) “hendaklah
negeri ini menjadikan gunung-gunung
sebagai punggung-punggung
kesegerannya.”
6) “malam bermalam, bintang berbintang dan
bidadari-bidadari yang mandi dalam kesegaran telaga mawar.”
7) “masa
lampau bersandar di tebing-tebing
jurang kehancuran”
8) “dunia
ingin damai dalam tidurmu. Tiada lagi melati di perut-perut bumi. Kereta-kereta
sudah bernyala-nyala dengan api perang. Malaikat-malaikat
maut mengawal dari langit, membawa perisai dan pedang tajam.”
4. Gaya
bahasa ke empat yang digunakan oleh Sindhunata dalam cerita “Anak Bajang
Mengiring Angin” adalah hiperbola. Hiperbola adalah satu diantara gaya bahasa
retoris, yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan
membesar-besarkan suatu hal . Beberapa kalimat yang mengandung gaya bahasa
hiperbola:
1) “hatinya berkobar menyala akan segera
menemukan negeri alengka.”
2) “maka
kera putih ini pun melesat halilintar
yang dibidikan dewa indra.”
3) “ada
permata-permata berlian sebesar buah
waluh.”
4) “kekeringan melanda seakan laut sudah habis airnya?”
5) “dengkuran guntur dari bukit penglebur gangsa
memecah kesunyian langit.”
5. Gaya
bahasa ke lima yang digunakan oleh Sindhunata dalam cerita “Anak Bajang
Mengiring Angin” adalah paradoks. Paradoks merupakan gaya bahasa yang
mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Adapun kalimat yang termasuk ke dalam gaya
bahasa paradoks :
1) “dulu
danaunya bertepian bunga-bunga kemuning,airnya jernih. Sekarang hanyalah
rawa-rawa curam yang memberi sedikit kesegaran bagi penghuninya.”
2) “apa
artinya setitik kesedihan bagi hidup yang sudah kaya dengan penderitaan ini.”
3) “di
tengah samudera, ombak tenang bergulung-gulung, menjadi hamparan permadani biru
yang mengayun-ngayunkan wibisana, bagai ibu yang membuat anaknya terlena dalam
pelukannya.”
6. Gaya
bahasa ke enam yang digunakan dalam cerita ini adalah metafora. Metafora
merupakan satu diantara gaya bahasa kiasan yang mengandung arti semacam analogi
yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat
seperti bunga bangsa, buaya darat, buah hati, dan sebagainya. Adapun kalimat
yang terdapat pada cerita ini yang mengandung gaya bahasa metafora adalah: “wibisana,
permata hatiku.
7. Gaya
bahasa ke tujuh yang digunakan dalam cerita ini adalah sinisme.sinisme dapat
diartikan sebagai suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung
ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati (Keraf, 2010: 143) . Adapun
kalimat yang mengandung sinisme adalah:
1) “kau sudah terlalu tua untuk menjadi anak
kecil yang merengek-rengek seperti sekarang.”
2) “sudah terlampau perkasa aku untuk runtuh
bersama penyesalanmu.”
B.
Isi Cerita
Adapun isi cerita “Anak Bajang Mengiring Angin” ,
khususnya pada halaman 175 sampai 193.
Anoman
mengucapkan rasa syukur kepada dewa atas petunjuk yang telah dewa berikan
kepadanya, yaitu petunjuk untuk menemukan negeri alengka. Anoman menyadari
bahwa ia hanyalah seekor kera putih. Seketika ia melihat dirinya di air telaga
sumala. Segala halangan dan rintangan di hadapi oleh Anoman si kera putih, itu
semua ia lakukan untuk menemukan saudara-saudaranya di negeri alengka. Dan berkat
pertolongan dari Gunung Maenaka, penjelmaan wahyu Bayu Gunung, anoman
diberitahu tentang pintu masuk menuju negeri alengka, dan anoman pun di lempar
oleh Bayu Gunung.
Negeri
Alengka kini telah berubah, tidak seperti dulu yang penuh dengan keindahan dan
ketenangan. Kini negeri Alengka menjadi negeri yang sangat menyedihkan dan
menyeramkan. Semua itu karena ulah rahwana si raja negeri alengka.
Suatu
hari Rahwana mengadakan musyawarah bersama pamannya Patih Prahasta, adiknya Wibisana
dan semua petinggi-petinggi Alengka. Pada kesempatan itu Rahwana menanyakan,
bagaimana cara ia untuk menaklukan hati Dewi Sinta, seorang gadis yang ia rebut
dari tangan satria Ramawijaya. Dan Rahwana pun berniat untuk membunuh satria Ayodya,
agar ia dapt memperistri Dewi Sinta. Tak lama kemudian adiknya yang bernama Arya
Wibisana memberikan nasihat kepada Rahwana. Agar ia mengurungkan niat untuk
membunuh Ayodya, karena Wibisana menganggap, apa yang dilakukan oleh Rahwana
itu adalah kesalahan. Wibisana pun mencoba menyadarkan Rahwana untuk manjadi
raja yang baik, di cintai rakyatnya, dan diagungkan oleh rakyat-rakyatnya.
Wibisana
sangat menyayangi saudaranya. Satria yang hanya satu-satunya berwajah manusia
ini terus mendesak kakaknya untuk menjadi raja yang baik bagi rakyatnya.
Wibisana pun membeberkan segala perihal agar kakanya itu mengubah sikap
egoisnya. Dari perubahan-perubahan yang telah terjadi di ngeri alengka, yang
dulunya tentram, tenang, sejahtera dan damai kini telah menjadi negeri yang
menyeramkan dan menakutkan.
Rahwana
adalah raja yang sangat kejam. Tidak ada seorang pun yang dapat menolak
perintahnya. Disuatu ketika seseorang yang sangat dibenci Rahwana menuju
kerajaan negeri alengka. Ia adalah duta Ramawijaya. Sekerika raja Rahwana
memerintahkan para penjaga dan saudara-saudaranya untuk menjaga kerajaan negeri
alengka dan membunuh duta Ramawijaya itu.
Nasihat
yang diberikan Wibisana hanyalah angin lalu bagi rahwana, ia tidak perduli
dengan segala hal yang telah terjadi di negeri alenka itu, yang ia tahu dan
inginkan hanyalah Dewi Sinta dan kekuasaan. Rahwana sangat membenci nasihat
yang diberikan wibisana kepadanya. Maka ia pun berniat untuk membunuh wibisana.
Niat itu pun urung terlaksanakan dikarenakaan pamanya Patih Prahasta
menghalangi Rahwana untuk membunuh Wibisana. Dan Wibisana pun diusir oleh Rahwana,
seketika Wibisana pun pergi meninggalkan ruangan itu.
Kekecewaan
Wibisana terhadap kakaknya menghantarkannya ke tempat kediaman ibunya Dewi Sukesi.
Wibisana pun mengadu kepada ibunya terhadap perlakuanRrahwana kepadanya. Dewi Sukesi
mengerti dengan segala keluhan anaknya itu. Karena Dewi Sukesi sendiri pun
menyesalkan segala perbuatan anaknya, Rahwana terhadap negri Alengka yang kini
telah berubah menjadi negeri yang sangat menyedihkan. Dewi Sukesi pun meminta
anaknya , Wibisana untuk melawan kekuasaan Rahwana dengan mengabdi kepada
ramawijaya musuh Rahwana.
Wibisana
adalah anak yang sangat menyayangi ibunya Dewi Sukesi. Nasihat untuk mengabdi
kepada Ramawijaya pun ia turuti, demi kemakmuran negeri Alengka. Tetapi langkah
Wibisana untuk mengabdi kepada Ramawijaa terhenti seketika, karena Rahwana
menghalanginya dan mengetahui bahwa Wibisana akan menghianati negerinya.
Wibisana pun dibunuh oleh Rahwana. Dewi sukesi pun menyesali perbuatan anaknya
Rahwana yang tega membunuh adiknya sendiri. Wibisana pun mati semua keinginan
ibunya utnuk menghentikan perbuatan Rahwana pun terhenti. Rahwana pun memerintahkan
saudaranya yang bernama Wilkataksini untuk membuang mayat Wibisana ke laut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar