Senin, 28 April 2014

khotbah di atas bukit

 Nama   : Afriyanti
NIM    :  F1011131055
Tugas : analisis novel
Novel  “Khotbah di Atas Bukit”
A.    Pengarang       : Kuntowijoyo
B.     Angkatan        : angkatan  66-an sampai ’70-an atau jaman angkatan ’70-an (1970-1998).
C.     Sinopsis novel “Khotbah di Atas Bukit”
Barman adalah seorang laki-laki yang sudah tua. Pada masa mudanya dulu, ia merupakan pemuda yang terbilang nakal. Setelah istrinya meninggal, ia sangat senang dengan yang namanya perempuan. Namun setelah pensiun dari pekerjannya, dan juga tidak aktif lagi di usaha percetakan, ia memutuskan untuk hidup di bukit. Ternyata niatnya itu juga dibenarkan oleh dokter yang merawatnya, dengan alas an udara bukit bik untuk kesehatan. Anaknya yang bernama Bobi, dan menantunya yang bernama Dosi juga menyetujui hal itu. Bobi yang memahami ayahnya itu pun memberikan Popi sebagai teman ayahnya di bukit, Popi ditugaskan oleh Bobi untuk melayani ayahnya. Barman pun merasa senang karena ditemani oleh seorang wanita muda yang cantik. Pada akhirnya semua itu berubah ketika ia bertemu seorang yang misterius benama Humam.
1
 
            Humam bisa dikatakan penganut paham sufi, ia sangat mempengaruhi pikiran Barman. Kata-kata seperti “milikmu adalah belenggumu,” terngiang-ngiang di kepala Barman. Humam yang di beri nama pak kelinci oleh Barman itu, sangat baik kepadanya. Mereka bedua pun menjadi akrab setelah mereka pergi memancing bersama. Jargon-jargon yang dikemukakan oleh Humam sangat berkesan. Tapi sesampainya di rumah dan bertemu sang bidadari Popi, Barman pun sempat ingin melupakan Humam, karena menurutnya pemikiran Humam tidak masuk akal. Kemudian setelah kematian Humam yang misterius, akhirnya Barman memantapkan untuk mengikuti ajaran Humam.
Text Box: 2            Keyakinan Barman semakit bulat dengan ajaran Humam, ketika Humam mewariskan rumahnya kepada Barman. Ia pun memutuskan untuk tinggal di rumah itu dan meningalkan kekasihnya Popi dan masa lalunya. Satu-satnya kenangan dari masa lalu yang dibawa, hanyalah kuda putih miliknya. Di rumah itu Barman menemukan kebahagiaan yang sebenarnya, ia merasa dirinya dengan alam telah menyatu, dan tidak ada lagi penderitaannya.
            Suatu ketika Barman melakukan sesuau hal yang aneh, ia memutuskan turun dari bukit pada malam hari, dan melihat aktivitas masyarakat pada malam hari di pasar. Ia menanyakan kepada warga yang tidur di emperan jalan “berbahagiakah engkau,”. Keesokan harinya pun pasar menjadi gempar karenanya, para warga terutama penjaga malam merasa itu bukan mimpi, melaikan kenyataan. Salah satu warga itu pun mengetahui sosok laki-laki tua itu adalah Barman. Mereka berbondong-bondong menuju kediaman Barman, dan Barman pun mengajak mereka ke bukit ke rumah tempat Humam menghembuskan nafas terakhir.
            Barman pun dibingungkan oleh perbuatannya sendiri. Setelah malam itu, pondok pun dikerumuni orang yang menanyakan, mengapa mereka tidak bahagia, Barman sendiri tidak tahu harus menjawab apa, hingga sampai akhirnya Barman mangajak semuanya mendaki puncak bukit,dan ia menyampaikan khotbahnya di atas bukit itu. Khotbah itu menerukan agar warga untuk membunuh diri mereka sendiri. Ia menegaskan bahwa hidup tidak ada artinya, mati adalah merupakan kebahagian. Pada akhirnya Barman sendiri mengakhiri hidupnya di jurang, dan penjaga malam yang bernama Pak Jaga juga mengikuti jejaknya. Namun mayat pak Jaga tidak dapat ditemukan.
3
 
            Sementara itu Popi setelah kematian Barman memutuskan meninggalkan rumah atau vila yang disediakan Bobi, ia memtuskan lari bersama pria, tempat ia bisa melampiaskan hasratnya.

A.    Latar belakang lahirnya novel “Khotbah di Atas Bukit”
Adapun yang melatarbelakangi  lahirnya novel “Khotbah di Atas Bukit” adalah, pengarang ingin menghidupkan suasana pergulatan antara kekuatan spiritual dan kekuatan benda-benda material, sekaligus memperkaya gagasannya, atas betapa tinggi dan dalamnya hidup ini, jika digali makna-maknanya, karena manusia pada zaman yang kedodoran seperti sekarang, harus menghadapi perubahan-perubahan yang bertubi-tubi. Menghadapi peninggalan sejarah, yang memaksa manusia agar berpaling dari orientasi rohani ke orientasi jasmani dan menghadapi nilai-nilai yang ada di dalamnya. A.    Aliran
4
 
Aliran sastra yang terdapat dalam novel “Khotbah di Atas Bukit” karya Kuntowijoyo adalah aliran mistisme. Aliran yang lebih menonjolkan pada sisi keTuhanan dan mistis (metafisik). 

B.     Unsur-unsur intrinsik dalam novel “khotbah di atas bukit” adalah sebagai berikut:
1.      Tema,
Tema adalah gagasan utama yang menjiwai keseluruhan cerita. Biasanya tema dalam cerita dituliskan secara tersirat (secara tidak langsung).  tema yang terkandung dalam novel “Khotbah di Atas Bukit” karya Kuntowijoyo adalah tentang pencarian ketenangan hidup yang sebenarnya, mengenai rasa ingin bebas dari berbagai masalah kehidupan,yang dianggap telah membelenggu, seperti pikiran, ingatan dan cita-cita yang membuat hidup tokoh menjadi menderita. Pengarang menggambarkan tema melalui tokoh utama Barman, seorang kakek tua, seorang pensiunan yang mengasingkan diri ke villa miliknya, di pegunungan bersama seorang wanita cantik yang bernama Popi, untuk menjalani kehidupan yang tenang. Sebuah kehidupan yang jauh dari proses berpikir, bekerja dan hiruk pikuk keramaian kota. Adapun kutipan yang menggambarkan tema dari pengarang, yaitu kutipan berikut ini.  

5
 
“seperti bulan, kekuningan yang merata, seperti itulah ia kini merasa berbahagia. Bukit itu, menurut pikirannya, sangat luas, tak terbatas, lapang seperti keadaan dirinya, dan indah. Sesuatu yang baru dalam dirinya, keindahan atau kebahagiaan, atau kesegaran, atau kebebasan,entahlah, membuatnya tersenyum. Ia telah memnangkan perang melawan kegelisahan setelah bergulat. Ia telah mengatasi dengan caranya sendiri, kesepian di sekitarnya telah membuatnya hidup. Karena, ia telah memberikan hidup pada keberadaannya.” (hal.101)
                                                  
2.      Alur
Alur  atau plot, adalah jalannya cerita yang memiliki hubungan sebab akibat. Plot pada novel Khotbah di Atas Bukit  ini berdasarkan kriteria urutan waktu menggunakan plot campuran. Urutan kejadian yang dikisahkan dalam novel ini berawal ketika Barman sudah tinggal di villa dan sedang menikmati kebersamaannya dengan Popi. Kemudian terjadi alur mundur yaitu pengarang mengisahkan tentang mengapa Barman bisa tinggal bersama Popi di gunung. Seperti yang ditunjukkan pada kutipan berikut.
 “Anak itu, pada suatu siang datang padanya membawa pikiran yang bagus....”Untuk apa umur habis di kota. Berliburlah, melanconglah ke gunung. Rumah kita di gunung itu, bukankah punya Papi ?” Mulanya ia akan menolak. Untuk apa pergi ke gunung kalau maksudnya menghilangkan kesunyian ?” (halaman 2). 

Lalu terjadi alur maju kembali, yaitu penceritaan tentang proses perkenalan Barman dengan Popi. perjalanannya menuju Villa, tentang kehidupannya bersama Popi disana, dan kemudian pertemuannya dengan Humam yang meninggal dunia disusul oleh kematian tokoh utama yaitu Barman.
6
 
 

3.      Setting atau latar waktu, tempat, dan suasana
Latar merupakan salah satu unsur cerita yang berupa fakta. Pengarang menggunakan latar yang memang ada dalam kehidupan agar cerita yang dibuat tidak terkesan dibuat-buat, sehingga pengisahannya didukung dengan fakta yang dapat menunjang estetika cerita yang dibuat.
a.       Latar tempat yang menunjang cerita dalam novel “Khotbah di Atas Bukit” ini kebanyakan latar fisik. Latar awal sebelum Barman pergi ke gunung bersama Popi adalah kota. Pengarang tidak menggambarkan secara jelas kota yang ditunjuk, pengarang juga menggambarkan sebuah rumah, tempat dimana Darman beristirahat hal itu dapat kita lihat melalui petikan cerita berikut ini.
“Kemudian ia merasa asing, ditengah kota itu bukan tempat yang layak baginya. Ia merasa sendiri di tengah kesibukan. Siapa orang yang masih memperhatikan laki-laki tua di tengah keramaian? Tetapi bukan itu saja yang membuatnya kesepian. Sejenis perasaan tak terjelaskan, semacam kehilangan atau perjalanan jauh yang tak akan sampai. Berjalan di kota itu kadang-kadang olehnya terasa seperti sedang menuruti trotoar di Amsterdam atau di Paris atau Haarlem.” (Halaman 22)

 “Ah, ia harus masuk, bagaimanapun. Di sini sopan-santun tak ada gunanya. Kursi di dalam  itu dapat di pergunakan untuk tidur. Ia menempelkan matanya ke kaca, kaca itu buram oleh uap napasnya, dihapusnya untuk menyatakantak terjadi apa-apa atas dirinya, kecuali ia payah dan kepingin duduk. Mengapa harus di dalam.hanya orang bodoh yang duduk di luaran, sementara di dalam ada kursi-kursi”. (Halaman 35)

7
 
 


b.      Pengarang membuat latar suasana yang paling menonjol yaitu suasana di pegunungan. Latar pegunungan ini meliputi villa, hutan, bukit dan kebun teh.
“Ia ingin berdamai dengan kabut, rumput, pepohonan, gunduk, semak  dan  bukit. Berdamai dengan alam untuk setiap kali mengucapkan selamat.” (hlm.40)  

c.       Latar waktu, pada pagi hari juga pengarang gambarkan dengan kutipan berikut.

“Popi benar-benar ibu rumah,”katanaya ketika ia berjalan dengan tangan di saku di tengah kebun itu. Ia menarik tinggi-tinggi leher jaket, sementara membiarkan rambut putihnya terbelai angin pagi’. (Halaman 27)

4.      Tokoh dan penokohan.
 Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita ada tokoh utama dan ada tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Tokoh utama dalam cerita adalah tokoh pertama sedangkan tokoh kedua dalam cerita adalah tokoh tambahan yang menunjang peran tokoh-tokoh utama.
            Dalam novel “Khotbah di Atas Bukit”, tokoh di analisis berdasarkan tingkat pentingnya tokoh dalam cerita. Tokoh utama (yang) utama dalam cerita ini adalah Barman. Dengan Popi sebagai tokoh utama tambahan melalui pertimbangan intensitas kemunculan tokoh Popi cenderung tinggi disamping kisah tokoh utama  Barman. Selain itu, yang juga sebagai utama tambahan ialah tokoh Humam, ini dilihat dari sangat berpengaruhnya peran tokoh Humam terhadap kehidupan tokkoh utama cerita yaitu Barman menuju perubahan yang di alami sang tokoh utama. Sedangkan tokoh tambahan (yang memang) tambahan dalam cerita ini meliputi Bobi, Dosi, dan Tukang Sapu.
8
 
Tokoh utama dalam novel ini adalah Barman, seseorang yang sangat tua dan ingin mencari ketenangan serta kebahagiaan hidup yang sudah lama hilang sejak kepergian istrinya. Ia mencari ketenangan di villa yang berada di pegunungan atas saran Bobi, anaknya. Selain itu pengarang menggambarkan tokoh Barman sebagai seorang yang kesepian dan membutuhkan perhatian seperti kebutuhan fisik dan psikis. Kehidupan di kota mempengaruhi kehidupan masa tuanya yang mulai terasa membosankan. Tokoh Barman digambarkan sebagai lelaki yang mapan  dan banyak pengalaman dalam mengenal wanita pada masa mudanya.  Dapat dilihat dari kutipan berikut.

“Atau ia dapat mengarak cucu-cucunya,membelikan bon-bon, berkejaran. Juga untuk berjalan-jalan di kota dengan payung hitam yang dibelinya di Paris, pada sore hari,mengenang seolah sedang berjalan-jalan di suatu kota di Eropa”. (Halaman 2)



Tokoh Human di gambarkan sebagai seseorang yang dekat dengan Burman, dan menjadi sahabat sekaligus seseorang yang dikagumi oleh Darman. Penokohan itu dapat dilihat dari kutipan berikut.
9
 
“Sahabat tua itu mengajaknya bersama menghabiskan waktu. ‘Waktu, “kata sahabat itu,”sesuatu yang harus kita nikmati. Seperti juga benda lainnnya.”Barman menambahkan:”ya,atau kita makan waktu, atau kita dimakan waktu”. Dan ia tertawa.”kita bersahabat, kita mesti ramah!’’.(Halaman 45)

Disamping itu, penokohan yang dilakukan pengarang terhadap tokoh utama tambahan Popi digambarkan sebagai wanita cantik berintelejensi tinggi, tinggi badan semampai dan kulitnya kuning langsat. Popi juga digambarkan sebagai mantan pekerja seks komersil yang ingin bertobat dengan cara merelakan idupnya sebagai wanita baik dan setia mendampingi Barman dan mengabdikan dirinya pada Barman dengan tidak meminta imbalan apapun dari Bobi (anak Barman) yang memintanya untuk menemani Barman di gunung.  Seperti yang terdapat pada kutipan berikut.

“Tahulah  ia, Popi mempunyai kecerdasan, stidaknya untuk pekerjaan tangan yang praktis itu. Dengan cepat alat-alat itu dikuasainya”. (Halaman 11)

            Kemudian penokohan pada tokoh Bobi sebagai tambahan (yang memang) tambahan digambarkan sebgai seorang anak yang pengertian terhadap kebutuhan sang ayah. Dapat kita lihat pada kutipan berikut.
“Menurut pikiran anaknya, Popi adalah perempuan yang tepat untuk menemaninyya menghabiskan masa pensiun, dan barangkali sampai akhir hidupnya. Di gunung itu, perempuan sebagaimana Bobi tahu betul, tak boleh tak tersedia. “Engkau boleh hidup sendirian di kota, Pap. Tetapi di gunung tak mungkin,” kata anak itu. Anak itu, pada suatu siang datang padanya membawa pikiran yang bagus....”Untuk apa umur habis di kota. Berliburlah, melanconglah ke gunung. Rumah kita di gunung itu, bukankah punya Papi ?” Mulanya ia akan menolak. Untuk apa pergi ke gunung kalau maksudnya menghilangkan kesunyian ?” (halaman 2)

5.     
10
 
Amanat
     Amanat adalah sesuatu yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam sebuah karya, makna yang disarankan lewat cerita. Pada novel “Khotbah di Atas Bukit” ini memiliki amanat yaitu pesan moral  yang berwujud religius, termasuk di dalamnya yang bersifat keagamaan dan kritik sosial. hal itu disebabkan banyaknya masalah kehidupan yang tidak sesuai dengan harapannya, kemudian mereka mencoba menawarkan solusi yang ideal. Pesan keagamaan yang dituangkan dalam novel ini tersirat pada penggambaran tingkah laku masyarakat desa tersebut ketika mengetahui orang yang dikagumi oleh mereka yaitu Barman telah meninggal. Satu persatu dari mereka ikut  melakukan hal yang sama yang terjadi pada Barman dengan cara yang tidak wajar yaitu bunuh diri. Hal itu terjadi karena tidak ada iman di dalam diri mereka, mereka merasa jalan hidup yang terbaik untuk mencapai ketenangan adalah mati. Padahal yang ingin disampaikan Humam sebenarnya adalah arti ketenangan hidup yang sebenarnya yaitu kebebabasan dan kedamaian dari kehidupan dunia yang fana.
6.      Sudut pandang
Sudut pandang adalah posisi penulis dalam cerita.
 sudut pandang juga dapat dikatakan sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita pada sebuah karya fiksi kepada pembaca. Novel “Khotbah di Atas Bukit’’ ini memiliki sudut pandang persona ketiga berupa “dia” atau kata ganti orang ketiga. Sudut pandang “dia” sebagai pengamat ini terlihat pada tokoh utama yaitu Barman yang terus menggambarkan tokoh lain dari hasil pengamatannya. Seperti contoh penggambaran tokoh Barman terhadap tokoh Popi.
11
 
 

“Tiba-tiba Popi berada di atas kepalanya. Bau parfum bunga. Perempuan itu menyibak daunan yang menutupinya. Dalam menjongkok,Barman melihat dengan jelas, tepat di hidungnya, betis, telapak, dan sandal Popi. Ia bahkan kegirangan dengan pemandangan itu”. (Halaman 30)

7.      Gaya bahasa
Gaya bahasa adalah pilihan kata yang dipakai oleh pengarang  dalam cerita untuk menghidupkan dan memperindah cerita.Beberapa majas atau gaya bahasa yang di gunakan pengarang dalam novel “Khotbah di Atas Bukit”  adalah majas personafikasi, yaitu majas perbandingan yang menuliskan benda-benda mati menjadi seolah-olah hidup, dapat berbuat, atau bergerak. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. “Udara tropis tak begitu ramah padanya.ini berarti pengasingan”, (Halaman 15) dan pada kutipan “di situ langit merendah seperti terjangkau oleh tangan. Dan kabut membelit tubuh, di sekitar, dengan lembutnya mempermainkan pandangan”.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar