Nama : Afriyanti
NIM :
F1011131055
Tugas : analisis novel
Novel
“Khotbah di Atas Bukit”
A. Pengarang : Kuntowijoyo
B. Angkatan : angkatan 66-an sampai ’70-an atau jaman angkatan
’70-an (1970-1998).
C. Sinopsis
novel “Khotbah di Atas Bukit”
Barman adalah seorang laki-laki yang sudah tua. Pada
masa mudanya dulu, ia merupakan pemuda yang terbilang nakal. Setelah istrinya
meninggal, ia sangat senang dengan yang namanya perempuan. Namun setelah
pensiun dari pekerjannya, dan juga tidak aktif lagi di usaha percetakan, ia
memutuskan untuk hidup di bukit. Ternyata niatnya itu juga dibenarkan oleh
dokter yang merawatnya, dengan alas an udara bukit bik untuk kesehatan. Anaknya
yang bernama Bobi, dan menantunya yang bernama Dosi juga menyetujui hal itu.
Bobi yang memahami ayahnya itu pun memberikan Popi sebagai teman ayahnya di
bukit, Popi ditugaskan oleh Bobi untuk melayani ayahnya. Barman pun merasa
senang karena ditemani oleh seorang wanita muda yang cantik. Pada akhirnya
semua itu berubah ketika ia bertemu seorang yang misterius benama Humam.
Humam bisa dikatakan
penganut paham sufi, ia sangat mempengaruhi pikiran Barman. Kata-kata seperti
“milikmu adalah belenggumu,” terngiang-ngiang
di kepala Barman. Humam yang di beri nama pak kelinci oleh Barman itu, sangat
baik kepadanya. Mereka bedua pun menjadi akrab setelah mereka pergi memancing
bersama. Jargon-jargon yang dikemukakan oleh Humam sangat berkesan. Tapi
sesampainya di rumah dan bertemu sang bidadari Popi, Barman pun sempat ingin
melupakan Humam, karena menurutnya pemikiran Humam tidak masuk akal. Kemudian
setelah kematian Humam yang misterius, akhirnya Barman memantapkan untuk
mengikuti ajaran Humam.
Keyakinan Barman semakit bulat
dengan ajaran Humam, ketika Humam mewariskan rumahnya kepada Barman. Ia pun
memutuskan untuk tinggal di rumah itu dan meningalkan kekasihnya Popi dan masa
lalunya. Satu-satnya kenangan dari masa lalu yang dibawa, hanyalah kuda putih
miliknya. Di rumah itu Barman menemukan kebahagiaan yang sebenarnya, ia merasa
dirinya dengan alam telah menyatu, dan tidak ada lagi penderitaannya.
Suatu ketika Barman melakukan sesuau
hal yang aneh, ia memutuskan turun dari bukit pada malam hari, dan melihat
aktivitas masyarakat pada malam hari di pasar. Ia menanyakan kepada warga yang
tidur di emperan jalan “berbahagiakah engkau,”. Keesokan harinya pun pasar
menjadi gempar karenanya, para warga terutama penjaga malam merasa itu bukan
mimpi, melaikan kenyataan. Salah satu warga itu pun mengetahui sosok laki-laki
tua itu adalah Barman. Mereka berbondong-bondong menuju kediaman Barman, dan
Barman pun mengajak mereka ke bukit ke rumah tempat Humam menghembuskan nafas
terakhir.
Barman pun dibingungkan oleh
perbuatannya sendiri. Setelah malam itu, pondok pun dikerumuni orang yang menanyakan,
mengapa mereka tidak bahagia, Barman sendiri tidak tahu harus menjawab apa,
hingga sampai akhirnya Barman mangajak semuanya mendaki puncak bukit,dan ia
menyampaikan khotbahnya di atas bukit itu. Khotbah itu menerukan agar warga
untuk membunuh diri mereka sendiri. Ia menegaskan bahwa hidup tidak ada
artinya, mati adalah merupakan kebahagian. Pada akhirnya Barman sendiri
mengakhiri hidupnya di jurang, dan penjaga malam yang bernama Pak Jaga juga
mengikuti jejaknya. Namun mayat pak Jaga tidak dapat ditemukan.
Sementara
itu Popi setelah kematian Barman memutuskan meninggalkan rumah atau vila yang
disediakan Bobi, ia memtuskan lari bersama pria, tempat ia bisa melampiaskan
hasratnya.
A. Latar
belakang lahirnya novel “Khotbah di Atas
Bukit”
Adapun yang melatarbelakangi lahirnya novel “Khotbah di Atas Bukit”
adalah, pengarang ingin menghidupkan suasana pergulatan antara kekuatan
spiritual dan kekuatan benda-benda material, sekaligus memperkaya gagasannya,
atas betapa tinggi dan dalamnya hidup ini, jika digali makna-maknanya, karena
manusia pada zaman yang kedodoran seperti sekarang, harus menghadapi
perubahan-perubahan yang bertubi-tubi. Menghadapi peninggalan sejarah, yang
memaksa manusia agar berpaling dari orientasi rohani ke orientasi jasmani dan
menghadapi nilai-nilai yang ada di dalamnya. A. Aliran
Aliran sastra yang terdapat dalam novel
“Khotbah di Atas Bukit” karya Kuntowijoyo adalah aliran mistisme. Aliran yang lebih menonjolkan pada sisi
keTuhanan dan mistis (metafisik).
B. Unsur-unsur intrinsik dalam novel
“khotbah di atas bukit” adalah sebagai berikut:
1. Tema,
Tema
adalah gagasan utama yang menjiwai keseluruhan cerita. Biasanya tema dalam
cerita dituliskan secara tersirat (secara tidak langsung). tema yang
terkandung dalam novel “Khotbah di Atas Bukit” karya Kuntowijoyo adalah tentang
pencarian ketenangan hidup yang sebenarnya, mengenai rasa ingin bebas dari berbagai masalah kehidupan,yang dianggap
telah membelenggu, seperti pikiran,
ingatan dan cita-cita yang membuat hidup tokoh menjadi menderita. Pengarang
menggambarkan tema melalui tokoh utama Barman, seorang kakek tua, seorang
pensiunan yang mengasingkan diri ke villa miliknya, di pegunungan bersama seorang wanita
cantik yang bernama Popi, untuk menjalani
kehidupan yang tenang. Sebuah kehidupan yang jauh dari proses berpikir, bekerja
dan hiruk pikuk keramaian kota.
Adapun kutipan yang menggambarkan tema dari pengarang, yaitu kutipan berikut
ini.
“seperti
bulan, kekuningan yang merata, seperti itulah ia kini merasa berbahagia. Bukit
itu, menurut pikirannya, sangat luas, tak terbatas, lapang seperti keadaan
dirinya, dan indah. Sesuatu yang baru dalam dirinya, keindahan atau
kebahagiaan, atau kesegaran, atau kebebasan,entahlah, membuatnya tersenyum. Ia
telah memnangkan perang melawan kegelisahan setelah bergulat. Ia telah
mengatasi dengan caranya sendiri, kesepian di sekitarnya telah membuatnya
hidup. Karena, ia telah memberikan hidup pada keberadaannya.” (hal.101)
2. Alur
Alur
atau plot, adalah jalannya cerita yang memiliki hubungan sebab akibat. Plot pada
novel “Khotbah di Atas Bukit” ini
berdasarkan kriteria urutan waktu menggunakan plot campuran. Urutan kejadian
yang dikisahkan dalam novel ini berawal ketika Barman sudah tinggal di villa
dan sedang menikmati kebersamaannya dengan Popi. Kemudian terjadi alur mundur
yaitu pengarang mengisahkan tentang mengapa Barman bisa tinggal bersama Popi di
gunung. Seperti yang ditunjukkan pada kutipan berikut.
“Anak
itu, pada suatu siang datang padanya membawa pikiran yang bagus....”Untuk apa
umur habis di kota. Berliburlah, melanconglah ke gunung. Rumah kita di gunung
itu, bukankah punya Papi ?” Mulanya ia akan menolak. Untuk apa pergi ke gunung
kalau maksudnya menghilangkan kesunyian ?”
(halaman 2).
Lalu terjadi alur maju kembali, yaitu penceritaan tentang
proses perkenalan Barman dengan Popi. perjalanannya
menuju Villa, tentang kehidupannya bersama Popi disana, dan kemudian
pertemuannya dengan Humam yang meninggal dunia disusul oleh kematian tokoh
utama yaitu Barman.
3. Setting atau latar waktu, tempat, dan
suasana
Latar merupakan salah satu unsur cerita yang berupa
fakta. Pengarang menggunakan latar yang memang ada dalam kehidupan agar cerita
yang dibuat tidak terkesan dibuat-buat, sehingga pengisahannya didukung dengan fakta yang dapat
menunjang estetika cerita yang dibuat.
a. Latar tempat yang menunjang
cerita dalam novel “Khotbah
di Atas Bukit” ini kebanyakan latar fisik. Latar awal sebelum Barman
pergi ke gunung bersama Popi adalah kota. Pengarang tidak menggambarkan secara
jelas kota yang ditunjuk,
pengarang juga menggambarkan sebuah rumah, tempat dimana Darman beristirahat
hal itu dapat kita lihat melalui petikan cerita berikut ini.
“Kemudian ia
merasa asing, ditengah kota itu bukan tempat yang layak baginya. Ia merasa
sendiri di tengah kesibukan. Siapa orang yang masih memperhatikan laki-laki tua
di tengah keramaian? Tetapi bukan itu saja yang membuatnya kesepian. Sejenis
perasaan tak terjelaskan, semacam kehilangan atau perjalanan jauh yang tak akan
sampai. Berjalan di kota itu kadang-kadang olehnya terasa seperti sedang
menuruti trotoar di Amsterdam atau di Paris atau Haarlem.” (Halaman 22)
“Ah, ia harus masuk,
bagaimanapun. Di sini sopan-santun tak ada gunanya. Kursi di dalam itu dapat di pergunakan untuk tidur. Ia menempelkan
matanya ke kaca, kaca itu buram oleh uap napasnya, dihapusnya untuk
menyatakantak terjadi apa-apa atas dirinya, kecuali ia payah dan kepingin
duduk. Mengapa harus di dalam.hanya orang bodoh yang duduk di luaran, sementara
di dalam ada kursi-kursi”. (Halaman 35)
b. Pengarang
membuat latar suasana yang paling
menonjol yaitu suasana
di pegunungan. Latar
pegunungan ini meliputi villa, hutan, bukit dan kebun teh.
“Ia ingin
berdamai dengan kabut, rumput, pepohonan, gunduk, semak dan bukit.
Berdamai dengan alam untuk
setiap kali mengucapkan selamat.” (hlm.40)
c. Latar waktu, pada pagi hari juga
pengarang gambarkan dengan kutipan berikut.
“Popi benar-benar ibu rumah,”katanaya ketika ia berjalan
dengan tangan di saku di tengah kebun itu. Ia menarik tinggi-tinggi leher
jaket, sementara membiarkan rambut putihnya terbelai angin pagi’. (Halaman 27)
4. Tokoh dan penokohan.
Dilihat dari segi
peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita ada tokoh utama dan
ada tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya
dalam novel yang bersangkutan. Tokoh utama dalam cerita adalah tokoh pertama
sedangkan tokoh kedua dalam cerita adalah tokoh tambahan yang menunjang peran
tokoh-tokoh utama.
Dalam novel “Khotbah di Atas Bukit”, tokoh di analisis berdasarkan tingkat
pentingnya tokoh dalam cerita. Tokoh utama (yang) utama dalam cerita ini adalah
Barman. Dengan Popi sebagai tokoh utama tambahan melalui pertimbangan
intensitas kemunculan tokoh Popi cenderung tinggi disamping kisah tokoh
utama Barman. Selain itu, yang juga
sebagai utama tambahan ialah tokoh Humam, ini dilihat dari sangat
berpengaruhnya peran tokoh Humam terhadap kehidupan tokkoh utama cerita yaitu
Barman menuju perubahan yang di alami sang tokoh utama. Sedangkan tokoh
tambahan (yang memang) tambahan dalam cerita ini meliputi Bobi, Dosi, dan
Tukang Sapu.
Tokoh utama dalam novel ini adalah Barman, seseorang yang
sangat tua dan ingin mencari ketenangan serta kebahagiaan hidup yang sudah lama
hilang sejak kepergian istrinya. Ia mencari ketenangan di villa yang berada di
pegunungan atas saran Bobi, anaknya. Selain itu pengarang menggambarkan tokoh
Barman sebagai seorang yang kesepian dan membutuhkan perhatian seperti
kebutuhan fisik dan psikis. Kehidupan di kota mempengaruhi kehidupan masa
tuanya yang mulai terasa membosankan. Tokoh Barman digambarkan sebagai lelaki
yang mapan dan banyak pengalaman dalam mengenal wanita pada masa
mudanya. Dapat dilihat
dari kutipan berikut.
“Atau
ia dapat mengarak cucu-cucunya,membelikan bon-bon, berkejaran. Juga untuk
berjalan-jalan di kota dengan payung hitam yang dibelinya di Paris, pada sore
hari,mengenang seolah sedang berjalan-jalan di suatu kota di Eropa”. (Halaman
2)
Tokoh
Human di gambarkan sebagai seseorang yang dekat dengan Burman, dan menjadi
sahabat sekaligus seseorang yang dikagumi oleh Darman. Penokohan itu dapat
dilihat dari kutipan berikut.
“Sahabat tua itu mengajaknya bersama
menghabiskan waktu. ‘Waktu, “kata sahabat itu,”sesuatu yang harus kita nikmati.
Seperti juga benda lainnnya.”Barman menambahkan:”ya,atau kita makan waktu, atau
kita dimakan waktu”. Dan ia tertawa.”kita bersahabat, kita mesti
ramah!’’.(Halaman 45)
Disamping itu, penokohan yang dilakukan
pengarang terhadap tokoh utama tambahan Popi digambarkan sebagai wanita cantik
berintelejensi tinggi, tinggi badan semampai dan kulitnya kuning langsat. Popi
juga digambarkan sebagai mantan pekerja seks komersil yang ingin bertobat
dengan cara merelakan idupnya sebagai wanita baik dan setia mendampingi Barman
dan mengabdikan dirinya pada Barman dengan tidak meminta imbalan apapun dari
Bobi (anak Barman) yang memintanya untuk menemani Barman di gunung.
Seperti yang terdapat pada kutipan berikut.
“Tahulah ia, Popi mempunyai kecerdasan, stidaknya untuk
pekerjaan tangan yang praktis itu. Dengan cepat alat-alat itu dikuasainya”.
(Halaman 11)
Kemudian penokohan pada tokoh Bobi sebagai tambahan (yang memang) tambahan
digambarkan sebgai seorang anak yang pengertian terhadap kebutuhan sang ayah.
Dapat kita lihat pada kutipan berikut.
“Menurut pikiran anaknya, Popi adalah perempuan yang tepat untuk
menemaninyya menghabiskan masa pensiun, dan barangkali
sampai akhir hidupnya. Di gunung itu, perempuan sebagaimana Bobi tahu betul,
tak boleh tak tersedia. “Engkau boleh hidup sendirian di kota, Pap. Tetapi di
gunung tak mungkin,” kata anak itu. Anak itu, pada suatu siang datang padanya
membawa pikiran yang bagus....”Untuk apa umur habis di kota. Berliburlah,
melanconglah ke gunung. Rumah kita di gunung itu, bukankah punya Papi ?”
Mulanya ia akan menolak. Untuk apa pergi ke gunung kalau maksudnya
menghilangkan kesunyian ?” (halaman 2)
5.
Amanat
Amanat adalah sesuatu yang
ingin disampaikan pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung
dalam sebuah karya, makna yang disarankan lewat cerita. Pada novel “Khotbah di Atas Bukit” ini memiliki amanat yaitu pesan moral yang berwujud religius, termasuk di dalamnya
yang bersifat keagamaan dan kritik sosial. hal itu disebabkan banyaknya masalah kehidupan yang tidak
sesuai dengan harapannya, kemudian mereka mencoba menawarkan solusi yang ideal.
Pesan keagamaan yang dituangkan dalam novel ini tersirat pada penggambaran
tingkah laku masyarakat desa tersebut ketika mengetahui orang yang dikagumi oleh
mereka yaitu Barman telah meninggal. Satu persatu dari mereka ikut melakukan hal yang sama yang terjadi
pada Barman dengan cara yang tidak wajar yaitu bunuh diri. Hal itu terjadi
karena tidak ada iman di dalam diri mereka, mereka merasa jalan hidup yang
terbaik untuk mencapai ketenangan adalah mati. Padahal yang ingin disampaikan Humam sebenarnya adalah
arti ketenangan hidup yang sebenarnya yaitu kebebabasan dan kedamaian dari kehidupan dunia yang fana.
6. Sudut pandang
Sudut pandang adalah posisi penulis dalam cerita.
sudut pandang juga dapat dikatakan sebagai sarana
untuk menyajikan
tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita pada
sebuah karya fiksi kepada pembaca. Novel “Khotbah di Atas Bukit’’ ini memiliki sudut
pandang persona ketiga berupa “dia” atau kata ganti orang ketiga. Sudut pandang “dia” sebagai
pengamat ini terlihat pada tokoh utama yaitu Barman yang terus menggambarkan
tokoh lain dari hasil pengamatannya. Seperti contoh penggambaran tokoh Barman terhadap tokoh Popi.
“Tiba-tiba Popi berada di atas
kepalanya. Bau parfum bunga. Perempuan itu menyibak daunan yang menutupinya.
Dalam menjongkok,Barman melihat dengan jelas, tepat di hidungnya, betis,
telapak, dan sandal Popi. Ia bahkan kegirangan dengan pemandangan itu”.
(Halaman 30)
7. Gaya bahasa
Gaya bahasa adalah pilihan kata yang
dipakai oleh pengarang dalam cerita
untuk menghidupkan dan memperindah cerita.Beberapa majas atau gaya bahasa yang
di gunakan pengarang dalam novel “Khotbah di Atas Bukit” adalah majas personafikasi, yaitu majas perbandingan yang menuliskan benda-benda mati
menjadi seolah-olah hidup, dapat berbuat, atau bergerak. Hal ini dapat dilihat
pada kutipan berikut. “Udara tropis tak begitu ramah padanya.ini berarti pengasingan”, (Halaman 15) dan pada
kutipan “di situ langit merendah
seperti terjangkau oleh tangan. Dan kabut membelit
tubuh, di sekitar, dengan lembutnya mempermainkan
pandangan”.