Rabu, 09 Maret 2016

TUGAS UAS PRAGMATIK



Nama         : Afriyanti
NIM          : F1011131055
Kelas         : VA
Mata Kuliah          : Pragmatik
Diskusi kelompok 7: tindak tutur
1.      Contoh masing-masing  dari klasifikasi tindak tutur berdasarkan pembagian dari Searle!
2.      Kaitan antara lokusi, ilokusi, dan perlokusi dengan tindak tutur?
3.      Pengaruh psikologis terhadap tindak tutur?
4.      Kaitan antara tindak tutur langsung dan tidak langsung dengan 3 bentuk struktural (deklaratif, integratif, imperatif) dan 3 komunikasi umum (permintaan, pernyataan, dan permohonan)?
5.      Jelaskan tentang peristiwa tutur sentral nyata dan tidak nyata?
6.      Jelaskan maksud dari tindak tutur selalu berada dalam peristiwa tutur dan berikan contohnya?
7.      Perbedaan tindak tutur tidak langsung dengan tindak tutur tidak literal?
Jawaban:
1)      Berikut contoh beserta penjelasan klasifikasi tindak tutur menurut pembagian Searle:
A.       Asertif (Assertives): pada ilokusi ini penutur terikat pada kebenaran proposisi yang     diungkapkan, misalnya, menyatakan, mengusulkan, membuat, mengeluh,     mengemukakan pendapat, dan melaporkan. Contoh: “hari ini hujan”.
B.      Direktif (Directives): ilokusi ini bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan     yang dilakukan oleh penutur; misalnya, memesan, memerintah, memohon, menuntut,     dan memberi nasihat. Contoh: “tolong buatkan kofi!”, “silakan duduk!”
C.       Komisif (Commissives): pada ilokusi ini penutur sedikit banyak terikat pada suatu     tindakan di masa depan, misalnya, menjanjikan, menawarkan. Jenis ilokusi ini     cenderung berfungsi menyenangkan dan kurang bersifat kompetitif karena tidak     mengacu pada kepentingan penutur, tetapi pada kepentingan petutur (mitra tutur). Contoh: “kalau ada lowongan kerja, akan saya beri tahu”.
D.      Ekspresif (Expressive): fungsi ilokusi ini ialah mengungkap atau mengutarakan sikap     psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya:     mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, memuji,     mengucapkan belasungkawa, dan sebagainya. Contoh: :lukisannya bagus sekali”.
E.       Deklarasi (Declaration): berhasilnya pelaksanaan ilokusi ini akan mengakibatkan adanya     kesesuaian antara isi proposisi dengan realitas, misalnya: mengundurkan diri,     membaptis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan/     membuang, mengangkat, dan sebagainya. Contoh: “dengan ini anda saya nyatakan lulus ( kata-kata tersebut mengubah status  seseorang yang tidak lulus menjadi lulus”.
2)      Tindak tutur merupakan gejala individual yang bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam peristiwa tutur lebih dilihat tujuan peristiwanya, tetapi dalam  tindak tutur lebih memperhatikan makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Dan di setiap kegiatan, tanpa disadari menggunakan kalimat lokusi, ilokusi dan perlokusi dalam kehidupan sehari-hari meskipun secara tidak langsung, masyarakat tidak mengerti teori  lokusi, ilokusi dan perlokusi. Tindak Tutur lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau t indak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit. Tindak ilokusi ini biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh menawarkan, dan menjanjikan.Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku non linguistik dari orang lain itu.
3)      Bahasa merupakan alat interaksi sosial atau alat komunikasi manusia. Dalam setiap komunikasi manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung. Bahasa itu selalu muncul dalam bentuk tindakan atau tingkah tutur individual. Dalam hal ini, psikologi seorang penutur dalam tindak tutur sangat mempengaruhi, khusuhnya terhadap apa yang ingin dituturkan atau apa yang akan disampaikan kepada lawan bicara.
4)      Kaitan antara tindak tutur langsung dan tidak langsung dengan 3 bentuk struktural (deklaratif, integratif, dan imperatif) adalah, kedua tindak tutur ini masing-masing di dalamnya bisa terdapat 3 bentuk struktural yang diucapkan oleh penutur, sehingga ketiga bentuk struktural tidak dapat dipisahkan dari tindak tutur. Sebagai contoh: Untuk menyampaiaka maksud memerintah, seseorang akan menggunakan kalimat berita atau bahkan mungkin menggunakan kalimat tanya. Perlu diketahui juga bahwa kalimat perintah mustahil dapat digunakan secara tidak langsung untuk menyatakan maksud yang bukan perintah. Dikatakan juga bahwa tindak tutur tidak langsung harus dimaknai dengan sesuatu yang tersirat atau yang terimplikasi di dalamnya.
5)      Yang dimaksud dengan peristiwa tutur sentral nyata dan tidak nyata, sebagai berikut:
ü  Peristiwa tutur sentral nyata adalah suatu kegiatan dimana Peristiwa tindak tutur sentral yang nyata, seperti ‘sungguh saya tidak menyukai ini’, seperti dalam peristiwa tutur ‘keluhan’,tetap peristiwa ini juga termasuk tuturan-tuturan lain yang mengarah padanya dan sesudah itu bereaksi  pada tindakan sentral tersebut.
ü  Peristiwa tutur sentral tidak nyata adalah suatu kegiatan dimana para peserta berinteraksi dengan bahasa dengan cara konvensional untuk mencapai suatu hasil yang di dalammnya mengandung maksud tersirat.
6)      Maksud dari “tindak tutur selalu berada dalam peristiwa tutur” adalah, pertama peristiwa tutur itu sendiri adalah suatu kegiatan yang menggambarkan para peserta berinteraksi  dengan bahasa dalam cara-cara konvensional untuk mencapai suatu hasil (Yule, 1996). Dan dalam hal ini, tindak tutur dalam peristiwa tutur berperan sebagai unsur yang membangun peristiwa tutur, dan tindak tutur  juga merupakan bagian dari peristiwa tutur untuk mencapai suatu hasil (informasi) dari tindak tutur yang dilakukan oleh  penutur dan lawan bicara. Sebagai contoh,  Permohonan merupakan sebuah tindak tutur secara khusus, seperti yang digambarkan dalam contoh berikut ini. Contoh: 
Lucky : “Oh Mary. Saya senang kau berada di sini.”
Mary : “ Ada apa?”
Lucky : “Saya tidak dapat mengoperasikan komputer saya’
Interaksi yang diperpanjang dalamcontoh di atas disebut suatu peristiwa tutur permohonan. Perhatikan bahwa tidak ada permohonan yang jelas dari Lucky kepada Marry untuk melakukan sesuatu.

7)      Perbedaan tindak tutur tidak langsung dengan tindak tutur tidak literal , sebagai berikut:
ü  Tindak tutur tidak langsung adalah tindakan yang tidak dinyatakan langsung oleh modus kalimatnya. Maksudnya yaitu dalam tindak tutur tidak langsung harus dimaknai dengan sesuatu yang tersirat atau yang berimplikasi di  dalamnya. Dan makna yang demikian itu dapat diperoleh hanya dengan melibatkan konteks situasi.
ü  Tindak tutur tidak literal adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama, atau bahkan berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya dan tidak melibatkan konteks situasi. 
Diskusi kelompok 8, topik: implikatur
1.      Jelaskan kriteria implikatur bagian 3 dan 4, yaitu tidak dapat dilepaskan, dan dapat diperhitungkan?
2.      Apa perbedaan kajian impliktur dan kajian praanggapan dalam kalimat ‘ rani tidak mengendarai mobil”?
3.      Jelaskan maksud dari konsep implikatur, yang mana implikatur digunakan untuk menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara “apa yang diucapkan” dan “ apa yang diimplikasikan”?
4.      Jelaskan dengan prinsip kerja sama seperti apa yang ada pada implikatur sehingga prinsip implikatur tersebut dapat ditafsirkan?
5.      Berikan contoh dan jelaskan implikasi percakapan khusus dan implikatur konnvensional?
6.      Pelanggaran prinsip seperti apa yang menghasilkan implikatur ?
7.      Apakah ekpresi wajah itu dapat mempengaruhi implikatur dalam seseorang melakukan percakapan?
Jawaban:
1.      Kriteria implikatur, sebagai berikut:
ü  Pada kriteria ketiga, dinyatakan bahwa substansi proposisi yang sama pada konteks yang sama memunculkan IP yang sma. Dalam suatu bentuk yang diekspresikan, IP diikat pada makna dan tidak pada bentuk. Contoh: (1) Rani tidak mengendarai mobil.
ü  Pada kriteria keempat, IP dapat diperhitungkan dengan menggunakan prinsip-prinsip umum berbasis pada makna konvensional dan informasi kontekstual. Makna konvensional dapat diabaikan oleh Pn (penutur), ketika memaknai tuturan dengan konteksnya, tetapi ia dapat memaknainya.
2.      Perbedaan kajian impliktur dan kajian praanggapan dalam kalimat “rani tidak mengendarai mobil”: sebagai berikut.  Pada kriteria yang ketiga ini dinyatakan bahwa substansi proposisi yang sama pada konteks yang sama memunculkan IP yang sma. Dalam suatu bentuk yang diekspresikan, IP diikat pada makna dan tidak pada bentuk. Contoh: (1) Rani tidak mengendarai mobil, (2) rani mencoba mengendarai mobil, (3) Rani mengendarai mobil.
3.      Suatu konsep yang paling penting dalam ilmu pragmatik dan yang menonjolkan pragmatik sebagai suatu cabang ilmu bahasa ialah konsep implikatur percakapan. Konsep implikatur ini dipakai untuk menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara “apa yang diucapkan” dan “apa yang diimplikasikan”. Maksudnya adalah, Sebuah ujaran dapat mengimplikasikan proposisi, yang sebenarnya bukan merupakan bagian dari ujaran tersebut dan bukan pula merupakan konsekuensi logis dari ujaran. Dengan kata lain implikatur percakapan terdapat kesepakatan bersama yang tidak tertulis , dan keterkaitan makna percakapan juga tidak terungkap pada kalimat yang diucapkan secara literal.
4.      Prinsip kerja sama pada implikatur sehingga prinsip implikatur tersebut dapat ditafsirkan, yaitu dalam menjalankan aktifitasnya sehari-hari manusia akan selalu bertemu dan berinteraksi dengan orang lain. Dalam berinteraksi dengan orang lain, manusia menggunakan bahasa sebagai media komunikasi. Di dalam komunikasi yang wajar, masing-masing pihak yang terlibat, yaitu antara penutur dan mitra tutur akan selalu berusaha menyampaikan tuturannya secara efektif dan efisien. Dalam komunukasi tentu ada percakapan, dalam percakapan terdapat prinsip kerja sama yang baik. Prinsip kerja sama yang paling umum itu adalah menggunakan tuturan-tuturan yang lugas, mudah dipahami, dan langsung sehingga tuturan segera dapat ditangkap ,aksudnya oleh lawan tutur dan waktu yang tidak terbuang percuma.  
5.      Berikut penjelasannya:
a.       Implikatur percakapan khusus Implikatur percakapan khusus adalah implikatur yang kemunculannya memerlukan konteks khusus. Tuturan (1) hanya berimplikasi (2) jika berada di dalam konteks khusus seperti pada percakapan (3) berikut ini. (1)   Langit semakin mendung, sebentar lagi hujan datang. (2)   (Ibu belum pulang dari pasar).
 A: Mengapa Ibu belum pulang?
B: Langit semakin mendung, sebentar lagi hujan datang.
b.      Implikatur konvensional   Implikatur konvensional adalah implikatur yang diperolah langsung dari makna kata, bukan dari prinsip percakapan. Tuturan berikut ini mengandung implikatur konvensional. Contoh: 1) Lia orang Tegal, karena itu kalau bicara ceplas-ceplos. 2) Poltak orang Batak, jadi raut mukanya terkesan galak.  Implikasi tuturan (a) adalah bahwa bicara ceplas-ceplos Lia merupakan konsekuensi karena ia orang Tegal. Jika Lia bukan orang Tegal, tentu tuturan itu tidak berimplikasi bahwa bicara ceplas-ceplos Lia karena ia orang Tegal. Implikasi tuturan (b) adalah bahwa raut muka galak Poltak merupakan konsekuensi karena ia orang Batak. Jika Poltak bukan orang Batak, tentu tuturan itu tidak berimplikasi bahwa raut muka galak Poltak karena ia orang Batak.
6.      Pelanggaran prinsip yang menghasilkan implikatur
7.      Ya, ekpresi wajah dapat mempengaruhi implikatur seseorang dalam melakukan percakapan.
Diskusi kelompok, (9-12) topik: ilokusi, perlokusi, lokusi
1.      Jelaskan , tindak ilokusi tidak mudah diidentifikasi karena tindak tutur ilokusi berkaitan dengan siapa berbicara kepada siapa. Apakah konteks siapa dalam ilokusi ini berkaitan dengan latar belakang sosial.
2.      Apa kaiatan ilokusi dengan praaangapan? Apa peran penutur ilokusi agar lawan bicara dapat mengerti?  Bagaimana kondisi atau situasi proses pembicaraan, jika lawan bicara tidak memahami atau mengerti maksud dari penutur?
3.      Berikan contoh paragraf yang di dalamnya terdapat lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Jelaskan per bagian-bagiannya?
4.      Jelaskan contoh ilokusi, yang berbunyi “ ada anjing gila”?
5.      Jelaskan letak perbedaan tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi?
6.      Apakah hubungan antara lokusi, ilokusi, dan perlokusi dalam suatu tindak tutur? Apabila satu di antara ketiga konteks tersebut tidak ada, apakah masih dikategorikan tindak tutur?
7.      Tolong berikan contoh yang mencakup lokusi, ilokusi, dan perlokusi dalam sebuah percakapan?
8.      Apakah dalam perlokusi dapat menimbukan tanggapan,efek lain,  (tafsiran) berbeda dalam tindak tutur?
9.      Contoh dari lokusi, ilokusi, dan perlokusi dalam percakapan yang pelakunya lebih dari 2?
10.  Mengapa tindak tutur ilokusi dianggap sebagai hal yang terpenting ?
Jawaban:
1.      Tindak ilokusi merupakan tindak tutur yang mengandung maksud dan daya tuturan. Tindak ilokusi tidak mudah diidentifikasi, karena tindak ilokusi berkaitan dengan siapa bertutur kepada siapa, kapan dan di mana tindak tutur itu dilakukan dan sebagainya. “Siapa” dalam tindak ilokusi ini tidak berkaitan dengan latar belakang sosial penutur.
2.      Berikut uraiannya:
a.       Kaiatan antara tindak ilokusi dengan praangapan, sebagai berikut: Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk menyatakan atau menginformasikan sesuatu dan dipergunakan untuk melakukan sesuatu tindakan. Sedangkan, Praanggapan adalah sesuatu yang dijadikan oleh pembicara sebagai dasar pembicaraan.
b.      peran penutur ilokusi agar lawan bicara dapat mengerti
c.       kondisi atau situasi proses pembicaraan, jika lawan bicara tidak memahami atau mengerti maksud dari penutur
3.      paragraf yang di dalamnya terdapat lokusi, ilokusi, dan perlokusi:
4.      berikut penjelasan dari contoh ilokusi, yang berbunyi “ ada anjing gila”: Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk menyatakan atau menginformasikan sesuatu dan dipergunakan untuk melakukan sesuatu tindakan.
Analisinya yaitu kontruksi kalimat tersebut biasanya ditemukan di pinggir-pinggir pagar atau di pintu-pintu rumah. Tuturan ini tidak hanya menyampaikan informasi tentang keberadaan anjing disebuah rumah tetapi lebihbermakna agar ayang membaca tuturan tersebut berhati-hati. Jadi bersifat perintah. Apalagi pembacanya adalah pencuri atau tafsirannya untuk menakuti.
5.      letak perbedaan tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi, sebagai berikut:
a.       Tindak Tutur lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami.
b.      Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit. Tindak ilokusi ini biasanya berhubungan  dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh menawarkan, dan menjanjikan.
c.       Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku non linguistik dari orang lain itu.
6.      berikut uraiannya:
a.       hubungan antara lokusi, ilokusi, dan perlokusi dalam suatu tindak tutur, yaitu: Dalam konteks pengimplementasian fungsi tutur secara pragmatis, ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan seorang penutur, yakni tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (illocutionary act), dan tindak perlokusi (perlocutionary act).
b.      satu di antara ketiga konteks tersebut tidak ada, apakah masih dikategorikan tindak tutur,
7.      contoh yang mencakup lokusi, ilokusi, dan perlokusi dalam sebuah percakapan:
jawab:
A: Bisakah kamu menemaniku ke pasar?
B: Saya sangat sibuk.(ilokusi)
A: Baiklah, biar saya ke pasar sendiri. (perlokusi)
    Keterangan:
    Tokoh A memaklumi alasan tokoh B yang tidak dapat menemaninya ke pasar.
8.      perlokusi dapat menimbukan tanggapan,efek lain,  (tafsiran) berbeda dalam tindak tutur,  yaitu Sebuah tuturan yang diucapkan seseorang seringkali memiliki daya pengaruh (perlocutionary force) atau efek bagi yang mendengarnya. Efek atau pengaruh tersebut dapat secara sengaja dikreasikan oleh penuturya. Tindak tutur yang pengutaraannya dimaksud untuk mempengaruhi lawan tutur disebut tindak perlokusi.
9.      Contoh dari lokusi, ilokusi, dan perlokusi dalam percakapan yang pelakunya lebih dari 2, sebagai berikut:
A : Pembayaran terakhir buku bacaan Bahasa Indonesia adalah hari ini. Kapan kamu akan bayar nak?
B : Uang saya tinggal Dua Ribu Rupiah bu (Ilokusi)
C: Uang saya ketinggalan di rumah bu!
A : Yasudah. Lain waktu saja bayarnya.(Perlokusi)
Konteks : Terjadi dialog antara ibu guru dan murid
Tempat : di kelas
A : Ibu guru
B dan C : Murid
Lokusi : Menginformasikan bahwa uang saya tinggal Dua Ribu Rupiah.
Ilokusi : Bahwa tidak hanya sekedar menyampaikan informasi namun ada maksud lain yaitu ia tidak sanggup membayar bukunya sekarang.
Perlokusi : Ibu Guru emahami dan memaklumi alasan murid yang tidak bisa membayar saat itu sehingga ia memberikan beberapa waktu lagi untuk melunasinya.

10.  tindak tutur ilokusi dianggap sebagai hal yang terpenting, karena Tindak tutur adalah salah satu kegiatan fungsional manusia sebagai makhluk berbahasa. Karena sifatnya yang fungsional, setiap manusia selalu berupaya melakukannya dengan sebaik-baiknya, baik melalui pemerolehan (acquisition) maupun pembelajaran (learning). Dalam hal ini, ilokusi bertindak sebagai tindak tutur yang didepinisikan sebagai sebuah tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau mengimformasikan sesuatu dapat juga digunakan untuk melakukan sesuatu. Dengan kata lain, tindak tutur yang dilakukan oleh penutur berkaitan dengan perbuatan hubungan dengan menyatakan sesuatu. Tindak tutur ilokusi berkaitana dengan nilai yang ada dalam proposisinya. Contoh, “Saya tidak dapat datang”. Kalimat ini oleh seseorang kepada temannya yang baru melaksanakan resepsi pernikahan anaknya, tidak hanya berfungsi untuk menyatakan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu yakni meminta maaf karena tidak datang.
KELOMPOK 13: MAKSIM
  1. Apa yang mendasari adanya pelanggran dalam maksim?
Jawab: Rasa ego, karena di dalam 6 maksim, lebih memntingkan pihak kedua atau orang lain. Dan pelanggaran itu terjadi, apabila penutur lebih mementingkan dirinya sendiri. Contohnya maksim kebijaksanaan: -penutur melakukan hal yang bertolak belakang  dari prinsip kesantuanan dalam penutur.
  1. apakah prinsip kesantunan, berperan dalam maksim kerja sama dan apakah dapat berjalan dengan seimbang?
Jawab: Pada dasarnya, saling berkaitan antara prinsip kesantunan dg maksim kerjasama.  Kerja sama dalam hal ini berbentuk  kesopanan dalam bertutur.
  1. Apa hubungan antara pelanggaran prinsip kesantunan dengan maksim kesimpatian.
Jawab: penjelasan kembali maksim kesimpatian merupakan Maksim yang  diungkapkan dengan tuturan asertif dan ekspresif. Maksim ini mengharuskan setiap peserta pertuturan memaksimalkan rasa simpati dan meminimalkan rasa antipati kepada lawan tuturnya. jadi kaitannya adalah adanya sifat tidak kesusaian dalam bertutur sehingga terjadinya pelanggaran dalam proses penutur, dan yang terjadi adakah antippati, bukan simpati.
  1. Jelaskan prinsip pemufakatan, adakah contoh lain?
Jawab: Tanggapan dalam mitra tutur cocok dengan pertanyaan penutur. Pemufakatan dalam bertindak tutur disini adalah adanya mufakat atas jawaban yang ditanyakan dari penutur.
  1. Bagaimana cara membangun suasana dalambertutur, apabila terjadi ketimpangan dalam bertutur sehingga tetap koepartif?
Jawab: Bahwasanya, untuk konteks isis dalam kerja sama dalam prisnip kesantunan adalah berbeda. Benar adanya kerja sama, namun dalmbertindak tutur, misalnya pada pelanggran nasrudin: maksim kualitas. Cara membangunnya adalah dengan cara bertutur dengan mengunggkapkan kepada mitra tutur dg menggunakan kesopanan.
  1. Apa tujuan dr prinsip kesantunan ke 6 maksim dalam bertutur anatara penutur dg mitra tutur? 
Jawab: Tujuannya adalah, dalam prinsip kesantunan menekankan bahwa dalam bertindak tutur melakukan kesantunan dalam bertutur, dan penutur dalam bertutur lebih menguntungkan orang lain agar tidak terjadiketimpangan dalam penutur.
  1. Prinsip kesopanan, kesepakatan apakah ada kaitannya dg ilokusi?
Jawab: Tidak ada persamaan dengan ilokusi, karena maksim kemufakatan lebih menekakna pada prinsip kesatuan antara interaksi anatara penutur dan mitra tutur, dan lebih jelas meskippun ada hal yang membuat mnennyinggung mitra tutur. Sedangkan ilokusi memilikilebh banyak penafsiran.
  1. Bentuk kontribusi dalam maksim relevansi, dan apakah ada kaitannya dengan kemufapakatan dalam bertindak tutur:
Jawab: contoh: maksim relevansi: dalam bertutur, si penutur menggunakan kata-kata yang dipilih apabila dalam konteksnya positif, mengandung nilai kesopanan. Pada dasarnya kerja sama dan prinsip kesopanan itu tidak bisa disatukan, namun dlaam bertindak tutur kerja sama pasti ada,namun kesopanan dapat diliihat tergantung dari pilihan kata atau apa yang dikatakan oleh penutur .
  1. Apakah setiap kelucuan termasuk dalam pelanggran  maksim ?
Jawab: Kelucuan itu dapat kita lihat pada konteks dalam bertutur, misalnya dalam komedian , pada saat ia bertutur bagi dia lucu sedangkan bagi mitra tutur tidak atau sebaliknya. Karena pada dasarnya, prinsip kerja sama dengan kesopanan itu berbeda.
Kelompok 14: prinsip kerjasama
1.      Jelaskan pendapat Black tentang contoh kontribusi dalam percakapan dalam prinsip kerjasama?
Jawab: prinsip kerjasama sesuai dengan percakapan, tidak melebihkan dan tidak mengurangi.
2.      Bukti-bukti yang memadai dalam maksim kualitas, jelaskan?
Jawab: pada dasarnya didasarkan pada bukti-bukti, pada kualitas. Pada konteks pembicaraan sesuai dengan fakta, kaidah maksim kualitas. Bukti-bukti dalam maksim kulitas di sini  sesuai konteks, berkenaan dengan kebenaran, dan sesuai fakta.
3.      Jelaskan hubungan dari ke-4, yaitu kualitas, kuantitas, pelaksanaan dan relevansi?
Jawab: terdapat hubungan antara ke-4 maksim tersebut diantaranya adalah prinsip kerjasama yang disesuaikan dengan konteks.
4.      Adakah faktor lain yang menyebabkan pelanggaran terhadap prinsip kerjasama?
Jawab: bila ada penyimpangan dalam proses penutur atau implikasi tidak sesuai dengan tujuan, misalnya dalam komika yang terdapat kelucuan. Dalam hal ini muncul maksim. Kerjasama tetap ada, namun ada di antara maksim yang dilanggar.
5.      Contoh penerapan maksim kerjasama yang bermakna penolakan?
Jawab: contoh lain: apabila penolakan secara langsung tetap termasuk prinsip kerjasama, namun melanggar prinsip kesantunan.
6.      Apakah maksim kerendahan hati selalu menggunakan majas litotes? Apakah bisa menggunakan majas lain?
Jawab: bisa, contohnya majas hiperbola.
7.      Jelaskan maksud dari pendapat grice yang menyatakan bahwa maksim pelaksanaan tidak dipatuhi apabila melanggar pinsip kerjasama?
Jawab: Bila dalam suatu percakapan terjadi penyimpangan, ada implikasi-implikasi tertentu yang hendak dicapai oleh penuturnya. Bila implikasi itu tidak ada, maka penutur yang bersangkutan tidak melaksanakan kerjasama atau tidak bersifat kooperatif. Jadi, secara ringkas dapat diasumsikan bahwa ada semacam prinsip kerja sama yang harus dilakukan pembicara dan lawan bicara agar proses komunikasi itu berjalan lancar.
8.      Bentuk maksim apa yang dilanggar dalam kesalahpahaman?
Jawab: ada pelanggaran dalam maksim pelaksanaan
9.      Tujuan dari maksim kualitas dan maksim kuantitas?
Jawab: sama-sama mengatakan hal yang benar atau sebenarnya. Tujuan adalah dengan mitra tutur dapat mendapatkan jawaban yang sebenarnya atau sesuai konteks.
10.  Adakah persamaan maksim kuantitas dengan pelaksanaan?
Jawab: persamaan maksim kualitas dengan maksim pelaksanaan yakni: kualitas memberikan kontribusi yangg secukupnya sedangkan maksim pelaksanaan mengharuskan peserta percakapan  atau pembicaraan secara langsung tidak kabur.
11.  Apa contoh hubungan atau keterkaitan antara ke-4 maksim?
Jawab: Prinsip kerja sama adalah prinsip yang mengatur apa yang harus dilakukan oleh peserta tutur agar percakapannya terdengar koheren. Menurut Rustono (1999:53) penutur yang tidak memberikan kontribusi terhadap koherensi percakapan sama dengan tidak mengikuti prinsip kerja sama. Menurut Grice (1975 dalam Rustono,1999:54, dalam Rahadi,2008:52) prinsip kerja sama itu meliputi empat maxim, yaitu (1) maksim kuantitas (maxim of quantity, (2) maksim kualitas (maxim of quality), (3) maksim relevansi (maxim of relevance), dan (4) maksim pelaksanaan/cara (maxim of manner). di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin. Maksim kualitas mempersyaratkan seorang penutur diharapkan dapat menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai fakta sebenarnya di dalam bertutur. Maksim relevansi memberikan kontribusi yang relevan tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan. Maksim pelaksanaan mengharuskan peserta pertuturan bertutur secara langsung, jelas, dan tidak kabur.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar