Nama :
Afriyanti
NIM :
F1011131055
Kelas :
VA
Mata Kuliah :
Pragmatik
Diskusi kelompok 7: tindak tutur
1.
Contoh
masing-masing dari klasifikasi tindak
tutur berdasarkan pembagian dari Searle!
2.
Kaitan antara
lokusi, ilokusi, dan perlokusi dengan tindak tutur?
3.
Pengaruh
psikologis terhadap tindak tutur?
4.
Kaitan antara
tindak tutur langsung dan tidak langsung dengan 3 bentuk struktural
(deklaratif, integratif, imperatif) dan 3 komunikasi umum (permintaan,
pernyataan, dan permohonan)?
5.
Jelaskan tentang
peristiwa tutur sentral nyata dan tidak nyata?
6.
Jelaskan maksud
dari tindak tutur selalu berada dalam peristiwa tutur dan berikan contohnya?
7.
Perbedaan tindak
tutur tidak langsung dengan tindak tutur tidak literal?
Jawaban:
1)
Berikut contoh beserta penjelasan
klasifikasi tindak tutur menurut pembagian Searle:
A. Asertif (Assertives): pada ilokusi
ini penutur terikat pada kebenaran proposisi yang
diungkapkan, misalnya, menyatakan, mengusulkan,
membuat, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan.
Contoh: “hari ini hujan”.
B. Direktif (Directives): ilokusi ini
bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang
dilakukan oleh penutur; misalnya, memesan, memerintah, memohon, menuntut,
dan memberi nasihat. Contoh: “tolong buatkan kofi!”,
“silakan duduk!”
C. Komisif (Commissives): pada ilokusi
ini penutur sedikit banyak terikat pada suatu tindakan
di masa depan, misalnya, menjanjikan, menawarkan. Jenis ilokusi ini
cenderung berfungsi menyenangkan dan kurang bersifat
kompetitif karena tidak mengacu pada kepentingan
penutur, tetapi pada kepentingan petutur (mitra tutur). Contoh: “kalau ada
lowongan kerja, akan saya beri tahu”.
D. Ekspresif (Expressive): fungsi ilokusi ini
ialah mengungkap atau mengutarakan sikap psikologis
penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya:
mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi
maaf, mengecam, memuji, mengucapkan belasungkawa, dan
sebagainya. Contoh: :lukisannya bagus sekali”.
E. Deklarasi (Declaration): berhasilnya
pelaksanaan ilokusi ini akan mengakibatkan adanya
kesesuaian antara isi proposisi dengan realitas,
misalnya: mengundurkan diri, membaptis, memecat,
memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan/
membuang, mengangkat, dan sebagainya. Contoh: “dengan
ini anda saya nyatakan lulus ( kata-kata tersebut mengubah status seseorang yang tidak lulus menjadi lulus”.
2)
Tindak tutur merupakan
gejala individual yang bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan
oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam
peristiwa tutur lebih dilihat tujuan peristiwanya, tetapi dalam tindak
tutur lebih memperhatikan makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Dan di
setiap kegiatan, tanpa disadari menggunakan kalimat lokusi, ilokusi dan
perlokusi dalam kehidupan sehari-hari meskipun secara tidak langsung,
masyarakat tidak mengerti teori lokusi, ilokusi dan perlokusi. Tindak
Tutur lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata”
atau t indak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami.
Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan
kalimat performatif yang eksplisit. Tindak ilokusi ini biasanya berkenaan
dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh menawarkan, dan
menjanjikan.Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan
adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku non linguistik
dari orang lain itu.
3)
Bahasa merupakan alat interaksi
sosial atau alat komunikasi manusia. Dalam setiap komunikasi manusia saling
menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan,
maupun emosi secara langsung. Bahasa itu selalu muncul dalam bentuk tindakan
atau tingkah tutur individual. Dalam hal ini, psikologi seorang penutur dalam
tindak tutur sangat mempengaruhi, khusuhnya
terhadap apa yang ingin dituturkan atau apa yang akan disampaikan kepada lawan
bicara.
4)
Kaitan antara
tindak tutur langsung dan tidak langsung dengan 3 bentuk struktural
(deklaratif, integratif, dan imperatif) adalah, kedua tindak tutur ini
masing-masing di dalamnya bisa terdapat 3 bentuk struktural yang diucapkan oleh
penutur, sehingga ketiga bentuk struktural tidak dapat dipisahkan dari tindak
tutur. Sebagai contoh: Untuk menyampaiaka maksud memerintah, seseorang akan
menggunakan kalimat berita atau bahkan mungkin menggunakan kalimat tanya. Perlu
diketahui juga bahwa kalimat perintah mustahil dapat digunakan secara tidak
langsung untuk menyatakan maksud yang bukan perintah. Dikatakan juga bahwa
tindak tutur tidak langsung harus dimaknai dengan sesuatu yang tersirat atau
yang terimplikasi di dalamnya.
5)
Yang dimaksud
dengan peristiwa tutur sentral nyata dan tidak nyata, sebagai berikut:
ü
Peristiwa tutur
sentral nyata adalah suatu kegiatan dimana Peristiwa tindak tutur
sentral yang nyata, seperti ‘sungguh saya tidak menyukai ini’, seperti dalam
peristiwa tutur ‘keluhan’,tetap peristiwa ini juga termasuk tuturan-tuturan
lain yang mengarah padanya dan sesudah itu bereaksi pada tindakan sentral tersebut.
ü
Peristiwa tutur
sentral tidak nyata adalah suatu kegiatan dimana
para peserta berinteraksi dengan bahasa dengan cara konvensional untuk mencapai
suatu hasil yang di dalammnya
mengandung maksud tersirat.
6)
Maksud dari “tindak
tutur selalu berada dalam peristiwa tutur” adalah, pertama peristiwa tutur itu
sendiri adalah suatu kegiatan yang menggambarkan para peserta berinteraksi dengan bahasa dalam cara-cara konvensional
untuk mencapai suatu hasil (Yule, 1996). Dan dalam hal ini, tindak tutur dalam
peristiwa tutur berperan sebagai unsur yang membangun peristiwa tutur, dan
tindak tutur juga merupakan bagian dari
peristiwa tutur untuk mencapai suatu hasil (informasi) dari tindak tutur yang
dilakukan oleh penutur dan lawan bicara.
Sebagai contoh, Permohonan merupakan sebuah tindak tutur secara khusus, seperti yang
digambarkan dalam contoh berikut ini. Contoh:
Lucky : “Oh Mary. Saya senang kau berada di sini.”
Mary : “ Ada apa?”
Lucky : “Saya tidak dapat mengoperasikan komputer saya’
Interaksi yang diperpanjang dalamcontoh di atas disebut suatu peristiwa
tutur permohonan. Perhatikan bahwa tidak ada permohonan yang jelas dari Lucky
kepada Marry untuk melakukan sesuatu.
7) Perbedaan tindak tutur tidak langsung dengan tindak
tutur tidak literal , sebagai berikut:
ü Tindak tutur tidak langsung adalah tindakan yang tidak
dinyatakan langsung oleh modus kalimatnya. Maksudnya yaitu dalam tindak tutur
tidak langsung harus dimaknai dengan sesuatu yang tersirat atau yang
berimplikasi di dalamnya. Dan makna yang
demikian itu dapat diperoleh hanya dengan melibatkan konteks situasi.
ü Tindak tutur tidak literal adalah tindak tutur yang
maksudnya tidak sama, atau bahkan berlawanan dengan makna kata-kata yang
menyusunnya dan tidak melibatkan konteks situasi.
Diskusi kelompok 8, topik: implikatur
1.
Jelaskan
kriteria implikatur bagian 3 dan 4, yaitu tidak dapat dilepaskan, dan dapat
diperhitungkan?
2.
Apa perbedaan
kajian impliktur dan kajian praanggapan dalam kalimat ‘ rani tidak mengendarai
mobil”?
3.
Jelaskan maksud
dari konsep implikatur, yang mana implikatur digunakan untuk menerangkan
perbedaan yang sering terdapat antara “apa yang diucapkan” dan “ apa yang
diimplikasikan”?
4.
Jelaskan dengan
prinsip kerja sama seperti apa yang ada pada implikatur sehingga prinsip implikatur
tersebut dapat ditafsirkan?
5.
Berikan contoh dan
jelaskan implikasi percakapan khusus dan implikatur konnvensional?
6.
Pelanggaran
prinsip seperti apa yang menghasilkan implikatur ?
7.
Apakah ekpresi
wajah itu dapat mempengaruhi implikatur dalam seseorang melakukan percakapan?
Jawaban:
1.
Kriteria implikatur,
sebagai berikut:
ü Pada
kriteria ketiga, dinyatakan
bahwa substansi proposisi yang sama pada konteks yang sama memunculkan IP yang
sma. Dalam suatu bentuk yang diekspresikan, IP diikat pada makna dan tidak pada
bentuk. Contoh: (1) Rani tidak mengendarai mobil.
ü Pada kriteria keempat, IP
dapat diperhitungkan dengan menggunakan prinsip-prinsip umum berbasis pada makna
konvensional dan informasi kontekstual.
Makna
konvensional dapat diabaikan oleh Pn (penutur), ketika memaknai tuturan dengan
konteksnya, tetapi ia dapat memaknainya.
2. Perbedaan kajian impliktur dan kajian praanggapan
dalam kalimat “rani tidak mengendarai mobil”: sebagai berikut. Pada kriteria yang
ketiga ini dinyatakan bahwa substansi proposisi yang sama pada konteks yang
sama memunculkan IP yang sma. Dalam suatu bentuk yang diekspresikan, IP diikat
pada makna dan tidak pada bentuk. Contoh: (1) Rani tidak mengendarai mobil, (2)
rani mencoba mengendarai mobil, (3) Rani mengendarai mobil.
3.
Suatu konsep yang
paling penting dalam ilmu pragmatik dan yang menonjolkan pragmatik sebagai
suatu cabang ilmu bahasa ialah konsep implikatur percakapan. Konsep implikatur
ini dipakai untuk menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara “apa yang
diucapkan” dan “apa yang diimplikasikan”. Maksudnya
adalah, Sebuah ujaran dapat mengimplikasikan
proposisi, yang sebenarnya bukan merupakan bagian dari ujaran tersebut dan bukan
pula merupakan konsekuensi logis dari ujaran. Dengan kata lain implikatur
percakapan terdapat kesepakatan bersama yang tidak tertulis , dan keterkaitan
makna percakapan juga tidak terungkap pada kalimat yang diucapkan secara
literal.
4.
Prinsip kerja sama
pada implikatur sehingga prinsip implikatur tersebut dapat ditafsirkan, yaitu dalam
menjalankan aktifitasnya sehari-hari manusia akan selalu bertemu dan
berinteraksi dengan orang lain. Dalam berinteraksi dengan orang lain, manusia
menggunakan bahasa sebagai media komunikasi. Di dalam komunikasi yang wajar,
masing-masing pihak yang terlibat, yaitu antara penutur dan mitra tutur akan
selalu berusaha menyampaikan tuturannya secara efektif dan efisien. Dalam
komunukasi tentu ada percakapan, dalam percakapan terdapat prinsip kerja sama
yang baik. Prinsip kerja sama yang paling umum itu adalah menggunakan
tuturan-tuturan yang lugas, mudah dipahami, dan langsung sehingga tuturan
segera dapat ditangkap ,aksudnya oleh lawan tutur dan waktu yang tidak terbuang
percuma.
5.
Berikut penjelasannya:
a.
Implikatur percakapan
khusus Implikatur percakapan khusus adalah
implikatur yang kemunculannya memerlukan konteks khusus. Tuturan (1) hanya
berimplikasi (2) jika berada di dalam konteks khusus seperti pada percakapan
(3) berikut ini. (1) Langit semakin mendung, sebentar lagi hujan
datang. (2) (Ibu belum pulang dari pasar).
A: Mengapa Ibu belum pulang?
B: Langit semakin
mendung, sebentar lagi hujan datang.
b.
Implikatur konvensional
Implikatur konvensional adalah implikatur
yang diperolah langsung dari makna kata, bukan dari prinsip percakapan. Tuturan berikut ini mengandung implikatur konvensional. Contoh: 1) Lia
orang Tegal, karena itu kalau bicara ceplas-ceplos. 2) Poltak orang Batak, jadi
raut mukanya terkesan galak. Implikasi tuturan (a) adalah bahwa bicara
ceplas-ceplos Lia merupakan konsekuensi karena ia orang Tegal. Jika Lia bukan
orang Tegal, tentu tuturan itu tidak berimplikasi bahwa bicara ceplas-ceplos
Lia karena ia orang Tegal. Implikasi tuturan (b) adalah bahwa raut muka galak
Poltak merupakan konsekuensi karena ia orang Batak. Jika Poltak bukan orang
Batak, tentu tuturan itu tidak berimplikasi bahwa raut muka galak Poltak karena
ia orang Batak.
6.
Pelanggaran
prinsip yang menghasilkan implikatur
7.
Ya, ekpresi
wajah dapat mempengaruhi implikatur seseorang dalam melakukan percakapan.
Diskusi kelompok, (9-12) topik: ilokusi, perlokusi,
lokusi
1.
Jelaskan ,
tindak ilokusi tidak mudah diidentifikasi karena tindak tutur ilokusi berkaitan
dengan siapa berbicara kepada siapa. Apakah konteks siapa dalam ilokusi ini
berkaitan dengan latar belakang sosial.
2.
Apa kaiatan
ilokusi dengan praaangapan? Apa peran penutur ilokusi agar lawan bicara dapat
mengerti? Bagaimana kondisi atau situasi
proses pembicaraan, jika lawan bicara tidak memahami atau mengerti maksud dari
penutur?
3.
Berikan contoh
paragraf yang di dalamnya terdapat lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Jelaskan per
bagian-bagiannya?
4.
Jelaskan contoh
ilokusi, yang berbunyi “ ada anjing gila”?
5.
Jelaskan letak
perbedaan tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi?
6.
Apakah hubungan
antara lokusi, ilokusi, dan perlokusi dalam suatu tindak tutur? Apabila satu di
antara ketiga konteks tersebut tidak ada, apakah masih dikategorikan tindak
tutur?
7.
Tolong berikan
contoh yang mencakup lokusi, ilokusi, dan perlokusi dalam sebuah percakapan?
8.
Apakah dalam
perlokusi dapat menimbukan tanggapan,efek lain, (tafsiran) berbeda dalam tindak tutur?
9.
Contoh dari
lokusi, ilokusi, dan perlokusi dalam percakapan yang pelakunya lebih dari 2?
10. Mengapa tindak tutur ilokusi dianggap sebagai hal yang
terpenting ?
Jawaban:
1.
Tindak ilokusi
merupakan tindak tutur yang mengandung maksud dan daya tuturan. Tindak ilokusi
tidak mudah diidentifikasi, karena tindak ilokusi berkaitan dengan siapa
bertutur kepada siapa, kapan dan di mana tindak tutur itu dilakukan dan
sebagainya. “Siapa” dalam tindak ilokusi ini tidak berkaitan
dengan latar belakang sosial penutur.
2.
Berikut
uraiannya:
a.
Kaiatan antara
tindak ilokusi dengan praangapan, sebagai berikut: Tindak
ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk menyatakan atau
menginformasikan sesuatu dan dipergunakan untuk melakukan sesuatu tindakan. Sedangkan, Praanggapan
adalah sesuatu yang dijadikan oleh pembicara sebagai dasar pembicaraan.
b.
peran penutur
ilokusi agar lawan bicara dapat mengerti
c.
kondisi atau
situasi proses pembicaraan, jika lawan bicara tidak memahami atau mengerti
maksud dari penutur
3.
paragraf yang di
dalamnya terdapat lokusi, ilokusi, dan perlokusi:
4.
berikut
penjelasan dari contoh ilokusi, yang berbunyi “ ada anjing gila”: Tindak
ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk menyatakan atau
menginformasikan sesuatu dan
dipergunakan
untuk melakukan sesuatu tindakan.
Analisinya yaitu kontruksi kalimat tersebut biasanya ditemukan di pinggir-pinggir pagar atau di pintu-pintu rumah. Tuturan ini tidak hanya menyampaikan informasi tentang keberadaan anjing disebuah rumah tetapi lebihbermakna agar ayang membaca tuturan tersebut berhati-hati. Jadi bersifat perintah. Apalagi pembacanya adalah pencuri atau tafsirannya untuk menakuti.
Analisinya yaitu kontruksi kalimat tersebut biasanya ditemukan di pinggir-pinggir pagar atau di pintu-pintu rumah. Tuturan ini tidak hanya menyampaikan informasi tentang keberadaan anjing disebuah rumah tetapi lebihbermakna agar ayang membaca tuturan tersebut berhati-hati. Jadi bersifat perintah. Apalagi pembacanya adalah pencuri atau tafsirannya untuk menakuti.
5.
letak perbedaan
tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi, sebagai berikut:
a.
Tindak Tutur lokusi
adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak
tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami.
b.
Tindak tutur ilokusi
adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif
yang eksplisit. Tindak ilokusi ini biasanya berhubungan dengan pemberian
izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh menawarkan, dan menjanjikan.
c.
Tindak tutur perlokusi
adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan
dengan sikap dan perilaku non linguistik dari orang lain itu.
6.
berikut
uraiannya:
a.
hubungan antara
lokusi, ilokusi, dan perlokusi dalam suatu tindak tutur, yaitu: Dalam
konteks pengimplementasian fungsi tutur secara pragmatis, ada tiga jenis
tindakan yang dapat diwujudkan seorang penutur, yakni tindak lokusi (locutionary
act), tindak ilokusi (illocutionary act), dan tindak perlokusi (perlocutionary
act).
b.
satu di antara
ketiga konteks tersebut tidak ada, apakah masih dikategorikan tindak tutur,
7.
contoh yang
mencakup lokusi, ilokusi, dan perlokusi dalam sebuah percakapan:
jawab:
A:
Bisakah kamu menemaniku ke pasar?
B: Saya sangat sibuk.(ilokusi)
A: Baiklah, biar saya ke pasar sendiri. (perlokusi)
Keterangan:
Tokoh A memaklumi alasan tokoh B yang tidak dapat menemaninya ke pasar.
B: Saya sangat sibuk.(ilokusi)
A: Baiklah, biar saya ke pasar sendiri. (perlokusi)
Keterangan:
Tokoh A memaklumi alasan tokoh B yang tidak dapat menemaninya ke pasar.
8.
perlokusi dapat
menimbukan tanggapan,efek lain,
(tafsiran) berbeda dalam tindak tutur,
yaitu Sebuah tuturan yang diucapkan seseorang
seringkali memiliki daya pengaruh (perlocutionary force) atau efek bagi yang
mendengarnya. Efek atau pengaruh tersebut dapat secara sengaja dikreasikan oleh
penuturya. Tindak tutur yang pengutaraannya dimaksud untuk mempengaruhi lawan
tutur disebut tindak perlokusi.
9.
Contoh dari
lokusi, ilokusi, dan perlokusi dalam percakapan yang pelakunya lebih dari 2,
sebagai berikut:
A : Pembayaran terakhir buku bacaan Bahasa Indonesia adalah hari ini. Kapan
kamu akan bayar nak?
B : Uang saya tinggal Dua Ribu Rupiah bu (Ilokusi)
C: Uang saya ketinggalan di rumah bu!
A : Yasudah. Lain waktu saja bayarnya.(Perlokusi)
Konteks : Terjadi dialog antara ibu guru dan murid
Tempat : di kelas
A : Ibu guru
B dan C : Murid
Lokusi : Menginformasikan bahwa uang saya tinggal Dua Ribu Rupiah.
Ilokusi : Bahwa tidak hanya sekedar menyampaikan informasi namun ada maksud
lain yaitu ia tidak sanggup membayar bukunya sekarang.
Perlokusi : Ibu Guru emahami dan memaklumi alasan murid yang tidak bisa
membayar saat itu sehingga ia memberikan beberapa waktu lagi untuk melunasinya.
10. tindak tutur ilokusi dianggap sebagai hal yang
terpenting, karena Tindak tutur adalah salah satu
kegiatan fungsional manusia sebagai makhluk berbahasa. Karena sifatnya yang
fungsional, setiap manusia selalu berupaya melakukannya dengan sebaik-baiknya,
baik melalui pemerolehan (acquisition) maupun pembelajaran (learning). Dalam hal ini, ilokusi bertindak sebagai tindak tutur
yang didepinisikan sebagai sebuah tuturan selain berfungsi untuk
mengatakan atau mengimformasikan sesuatu dapat juga digunakan untuk melakukan
sesuatu. Dengan kata lain, tindak tutur yang dilakukan oleh penutur berkaitan
dengan perbuatan hubungan dengan menyatakan sesuatu. Tindak tutur ilokusi
berkaitana dengan nilai yang ada dalam proposisinya. Contoh, “Saya tidak dapat
datang”. Kalimat ini oleh seseorang kepada temannya yang baru melaksanakan
resepsi pernikahan anaknya, tidak hanya berfungsi untuk menyatakan sesuatu,
tetapi juga melakukan sesuatu yakni meminta maaf karena tidak datang.
KELOMPOK 13: MAKSIM
- Apa yang mendasari adanya pelanggran dalam maksim?
Jawab: Rasa ego, karena di
dalam 6 maksim, lebih memntingkan pihak kedua atau orang lain. Dan pelanggaran
itu terjadi, apabila penutur lebih mementingkan dirinya sendiri. Contohnya
maksim kebijaksanaan: -penutur melakukan hal yang bertolak belakang dari prinsip kesantuanan dalam penutur.
- apakah prinsip kesantunan, berperan dalam maksim kerja sama dan apakah dapat berjalan dengan seimbang?
Jawab: Pada dasarnya, saling
berkaitan antara prinsip kesantunan dg maksim kerjasama. Kerja sama dalam hal ini berbentuk kesopanan dalam bertutur.
- Apa hubungan antara pelanggaran prinsip kesantunan dengan maksim kesimpatian.
Jawab:
penjelasan kembali maksim kesimpatian
merupakan Maksim yang diungkapkan dengan tuturan asertif dan
ekspresif. Maksim ini mengharuskan setiap peserta pertuturan memaksimalkan rasa
simpati dan meminimalkan rasa antipati kepada lawan tuturnya. jadi kaitannya
adalah adanya sifat tidak kesusaian dalam bertutur sehingga terjadinya
pelanggaran dalam proses penutur, dan yang terjadi adakah antippati, bukan
simpati.
- Jelaskan prinsip pemufakatan, adakah contoh lain?
Jawab: Tanggapan dalam mitra
tutur cocok dengan pertanyaan penutur. Pemufakatan dalam bertindak tutur disini
adalah adanya mufakat atas jawaban yang ditanyakan dari penutur.
- Bagaimana cara membangun suasana dalambertutur, apabila terjadi ketimpangan dalam bertutur sehingga tetap koepartif?
Jawab: Bahwasanya, untuk konteks
isis dalam kerja sama dalam prisnip kesantunan adalah berbeda. Benar adanya
kerja sama, namun dalmbertindak tutur, misalnya pada pelanggran nasrudin:
maksim kualitas. Cara membangunnya adalah dengan cara bertutur dengan
mengunggkapkan kepada mitra tutur dg menggunakan kesopanan.
- Apa tujuan dr prinsip kesantunan ke 6 maksim dalam bertutur anatara penutur dg mitra tutur?
Jawab: Tujuannya adalah, dalam
prinsip kesantunan menekankan bahwa dalam bertindak tutur melakukan kesantunan
dalam bertutur, dan penutur dalam bertutur lebih menguntungkan orang lain agar
tidak terjadiketimpangan dalam penutur.
- Prinsip kesopanan, kesepakatan apakah ada kaitannya dg ilokusi?
Jawab: Tidak ada persamaan
dengan ilokusi, karena maksim kemufakatan lebih menekakna pada prinsip kesatuan
antara interaksi anatara penutur dan mitra tutur, dan lebih jelas meskippun ada
hal yang membuat mnennyinggung mitra tutur. Sedangkan ilokusi memilikilebh
banyak penafsiran.
- Bentuk kontribusi dalam maksim relevansi, dan apakah ada kaitannya dengan kemufapakatan dalam bertindak tutur:
Jawab: contoh: maksim
relevansi: dalam bertutur, si penutur menggunakan kata-kata yang dipilih
apabila dalam konteksnya positif, mengandung nilai kesopanan. Pada dasarnya
kerja sama dan prinsip kesopanan itu tidak bisa disatukan, namun dlaam
bertindak tutur kerja sama pasti ada,namun kesopanan dapat diliihat tergantung
dari pilihan kata atau apa yang dikatakan oleh penutur .
- Apakah setiap kelucuan termasuk dalam pelanggran maksim ?
Jawab: Kelucuan itu dapat kita
lihat pada konteks dalam bertutur, misalnya dalam komedian , pada saat ia
bertutur bagi dia lucu sedangkan bagi mitra tutur tidak atau sebaliknya. Karena
pada dasarnya, prinsip kerja sama dengan kesopanan itu berbeda.
Kelompok 14: prinsip kerjasama
1.
Jelaskan
pendapat Black tentang contoh kontribusi dalam percakapan dalam prinsip
kerjasama?
Jawab: prinsip kerjasama
sesuai dengan percakapan, tidak melebihkan dan tidak mengurangi.
2.
Bukti-bukti yang
memadai dalam maksim kualitas, jelaskan?
Jawab: pada dasarnya
didasarkan pada bukti-bukti, pada kualitas. Pada konteks pembicaraan sesuai
dengan fakta, kaidah maksim kualitas. Bukti-bukti dalam maksim kulitas di
sini sesuai konteks, berkenaan dengan
kebenaran, dan sesuai fakta.
3.
Jelaskan hubungan
dari ke-4, yaitu kualitas, kuantitas, pelaksanaan dan relevansi?
Jawab: terdapat hubungan
antara ke-4 maksim tersebut diantaranya adalah prinsip kerjasama yang
disesuaikan dengan konteks.
4.
Adakah faktor
lain yang menyebabkan pelanggaran terhadap prinsip kerjasama?
Jawab: bila ada penyimpangan
dalam proses penutur atau implikasi tidak sesuai dengan tujuan, misalnya dalam
komika yang terdapat kelucuan. Dalam hal ini muncul maksim. Kerjasama tetap
ada, namun ada di antara maksim yang dilanggar.
5.
Contoh penerapan
maksim kerjasama yang bermakna penolakan?
Jawab: contoh lain: apabila
penolakan secara langsung tetap termasuk prinsip kerjasama, namun melanggar
prinsip kesantunan.
6.
Apakah maksim
kerendahan hati selalu menggunakan majas litotes? Apakah bisa menggunakan majas
lain?
Jawab: bisa, contohnya majas
hiperbola.
7.
Jelaskan maksud
dari pendapat grice yang menyatakan bahwa maksim pelaksanaan tidak dipatuhi
apabila melanggar pinsip kerjasama?
Jawab: Bila
dalam suatu percakapan terjadi penyimpangan, ada implikasi-implikasi tertentu
yang hendak dicapai oleh penuturnya. Bila implikasi itu tidak ada, maka penutur
yang bersangkutan tidak melaksanakan kerjasama atau tidak bersifat kooperatif.
Jadi, secara ringkas dapat diasumsikan bahwa ada semacam prinsip kerja sama
yang harus dilakukan pembicara dan lawan bicara agar proses komunikasi itu
berjalan lancar.
8.
Bentuk maksim
apa yang dilanggar dalam kesalahpahaman?
Jawab: ada pelanggaran dalam
maksim pelaksanaan
9.
Tujuan dari
maksim kualitas dan maksim kuantitas?
Jawab: sama-sama mengatakan hal
yang benar atau sebenarnya. Tujuan adalah dengan mitra tutur dapat mendapatkan
jawaban yang sebenarnya atau sesuai konteks.
10. Adakah persamaan maksim kuantitas dengan pelaksanaan?
Jawab: persamaan maksim
kualitas dengan maksim pelaksanaan yakni: kualitas memberikan kontribusi yangg
secukupnya sedangkan maksim pelaksanaan mengharuskan peserta percakapan atau pembicaraan secara langsung tidak kabur.
11. Apa contoh hubungan atau keterkaitan antara ke-4
maksim?
Jawab: Prinsip
kerja sama adalah prinsip yang mengatur apa yang harus dilakukan oleh peserta
tutur agar percakapannya terdengar koheren. Menurut Rustono (1999:53) penutur
yang tidak memberikan kontribusi terhadap koherensi percakapan sama dengan
tidak mengikuti prinsip kerja sama.
Menurut
Grice (1975 dalam Rustono,1999:54, dalam Rahadi,2008:52) prinsip kerja sama itu
meliputi empat maxim, yaitu (1) maksim kuantitas (maxim of quantity, (2) maksim
kualitas (maxim of quality), (3) maksim relevansi (maxim of
relevance), dan (4) maksim pelaksanaan/cara (maxim of manner). di dalam maksim
kuantitas, seorang penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup,
relatif memadai, dan seinformatif mungkin. Maksim kualitas mempersyaratkan
seorang penutur diharapkan dapat menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai
fakta sebenarnya di dalam bertutur.
Maksim relevansi memberikan kontribusi yang relevan
tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan.
Maksim pelaksanaan mengharuskan peserta
pertuturan bertutur secara langsung, jelas, dan tidak kabur.