Jumat, 09 Mei 2014

ku pinang kau dengan seribu rupiah

ku pinang kau dengan seribu rupiah


ku akui begitu sempurnanya ia dimataku. Semua ini berawal dari pertemuanku di gor untan, tempat dimana aku bersama teman-temanku menjalani tugas sebagai danus. Dan dimana aku pertama menatap matanya . Begitu sebaliknya. “ku pinang kau dengan serbu rupiah” ejek teman-temnku waktu itu. Hingga kini kalimat manis itu masih terekam di memori ingatanku.
‘’abang mau beli afriyanti.” Ujarnya kepadaku sambil menyodorkan uang bergambar pedang itu. Sangat memalukan. Hari itu aku langsung terdiam. Kesal dengan kata-kata yang terlontar dari bibir merahnya.
“ha? Abang mau beli adek?”,ndak bang, adek ndak dijual!” jawabku dengan merah merona pipiku. Ia pun menatap mataku, dengan tidak menghiraukan tertawaan dan ejekan teman-temanku.
“bang, itu orangnya ndak dijual, yang dijual itu rotinya bang!” seru satu diantaratemanku yang bernama anggun.
Semua tertawa melihatnya, ia yang seketika berdalih, kalau maksud yang ia inginkan bukan seperti itu.
“maksud abang tu..dek, abang..mau beli ….afriyanti……,gituu! Dalih bg dakocan.
Ya..bg dakocan adalah nama yang kuberikan untuknya, karena tingkahnya yang lucu, dan sempatku salah tingkah dibuatnya.
“adek orang sambas ke?”  Tanya bang dakocan
“iya..koq tau?’ jawabku yang kala itu sedang sibuk melayani pembeli.
“taulah…dari raut wajahnye!” jawabnya.
Aku pun balik bertanya. “Tang daan ngomong bahase sambas?”
Tersenyum ku mendngar ujarannya.” Abang orang sambas juak ke?
“aoglah…” jawabnya sambil mengerutkan kening hingga belipat, dan menjadi ciri khasnya.

Waktu pun berlalu. Hinga senja tiba, dan kami pulang. Kalimat itu sunggu berkesan untukku.sesampai di rumah,hingga pagi menjelang. Aku dan teman-teman ku masih mengingatnya, apalagi aku, yang kala itu masih membayangkan ekspresi wajahnya, yang malu akan kata-kata yang tlah terucap dari bibir merahnya.
Seperti biasa, sebagai mahasiswa yang baik, pasti menginginkan nilai yang baik. Hari itu tepatnya hari kamis, kami satu kelas pindah ruangan ke ruang dua puluh tiga, dan sebelum pelajaran dimulai. Aku bersaa teman-temanku asik mengobrol, menyibukkan diri dengan kesibukannya masing-masing.
“ kau dah lekak ke tugas fonologi mbak?” tanyaku kepada tina, yang biasa ku panggil mbak. Karena ia keturuan jawa.
“belom af, hmm cari seribu kata thu lho.” Jawabnya dengan logat jawanya.
“Tanya sama senior jak ya…,hmm” saranku kepada temn-teman.
Tak lama kemudian, bang dakocan lewat, dan aku,dengan percaya dirinya menghadang jalannya, dan menanyakan tugas yang diberikan salah satu dosen. Karena menurut beberapa senior yang lain ia memiliki data yang ingin ku cari itu.
“bang..bang…!”
“iya ada apa…?”
“abang masih punya ndak, tugas dari pak illo? Pinjaamlah,,” mintaku kepadanya.
Sempat teman-teman sekelas engejekku, tapi ku tak perduli, karena waktu itu , sungguh niatku hanya ingin menanyakan tugas. Tidak ada maksud lain.
“hmmm, ada. Tapi abang udah lupa nyimpannya dimana. Emang kenapa dek? “ Tanya dengan wajah manis.
“adek ada tugas, dan lusa udah dikumpulkan, tolonglah bang carikan, yee…ye..!’’pintaku dengan nada memohon bantuan kepadanya.
“iya,,,sini no hp adek, biar abang kasih tau ada atau endak.” Jawabnya.
Aku pun kala itu yang hanya memikirkan tugas, langsung memberikan nomor hp ku kepadanya, tanpa basa basi.
“makasih bang, kalau ada sms yaa….!”
“iya…” jawabnya dengan nada lembut khas sunda.
Keesokan harinya, hp ku berdering, ku lihat satu pesan masuk diterima. Ku berharap bang dakocanlah yang mengirim sms, memberi tahu bahwa ia masih memiliki tugas yang sama, seperti tugasku itu. Yang ku pinta dua puluh empat jam yang lalu.Sungguh pesan yang tak diinginkan sebenarnya olehku, karena benar memang dia, tetapi tugas yang aku inginkan sudah tidak tahu kemana. Entah, ini perasaan yang membuatku bingung, aku bersyukur, karena tugas itu tidak ada. Karena pabila tugas yang ku pinta itu ada, mungkin hingga sekarang ku tak bisa berkomunikasi lagi dengannya. Dan tau asal usul, bahkan silsilah keluarganya.
Seperti biasa, aku melakukan aktifitas bak mahasiswa. Dan seirignya waktu, aku tetap menjalin hubungan baik dengannya, dengan bang dakocan. Walaupun secara diam-diam. Hubungan baik disini, bukan berarti aku pacaran denganya melainkan sekadar teman biasa. Yaa….boleh dikatakan teman dekat. Sampai-sampai, pada hari itu aku ditawarkan pulang kampong bersamanya.
Komunikasi itu hanya berwujud pesan singkat dari hanfone ku, tak pernah kami berdua bertemu setelah hari kamis itu. Suram memang! Sudahlah, aku pun tidak terlalu menghiraukan hal itu, bagiku berteman itu mengasikkan, apalagi berteman dengan berstatus senior dan maba. “seeperrti…mimpi”.
Bertepatan dengan ujian anak sma, kami, fakultas fkip, konon katanya diliburkan. Riang sungguh, hatiku ketika mendengar pengumuman itu. Tapi tugas…”maklum mahasiswa bok…”, semua harus ku selesaikan, karena aku yakin ku tak bisa menyelesaikan dengan waktusekejap, pabila ku sudah ada di rumah, di kaampung halaman ku.
“gimana dek?”
“gimana apanya bang?” Tanya ku kembali padanya.
“mau ndak pulang sama abang.’”
“hm…mau sich….,taoi adek harus ngerjekan tugas take home bang, dan mungkin adek ndak pulang.”
“yah..dek, tugaskan bisa di bawa ke rumah.” Tegasnya.
“iya sich, tapi kalau di rumah adek dak yakin bisa selesai.” Jawabku.
“yaudah dech…mau gimana lagi.., orang yang diajak pulang ndak mau pulang!”ujarnya.
Sebenarnya aku bisa pulang bersamnya pada hari itu, tapiaku tetap dengan keputusanku , bahwa aku kan pulang pada hari rabu, dan ia sudah pulang pada hari minggu, bersama temannya.
Tidak berakhir di situ, aku dan bang dakocan tamapak lebih akrab. Ya…semua itu karena obrolan yang mengasikkan, pertanyaan-pertanyaan yang terlontar dariku kepadanya, begitu sebaliknya.
Berharap, di sana kami berdua kan bertemu, tetapi sialnya dia pulang duluan. Karena mengurus beasiswa dan kuliahnya.”hmmm…suram memang”.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar